Mendalami Karakteristik ABK: Kunjungan Praktik Mahasiswa Psikologi UIN Ar-Raniry ke SLB TNCC Banda Aceh
INTIinspira - Teori yang dipelajari di bangku kuliah sering kali terasa berjarak sebelum dipraktikkan langsung di lapangan.
Menyadari hal itu, puluhan mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry yang mengambil mata kuliah Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melakukan kunjungan praktik ke SLB The Nanny Children Center (TNCC) Banda Aceh, Rabu (19/11/2024).
Dipandu langsung oleh dosen pengampu, Harri Santoso, S.Psi., M.Ed., kunjungan yang berlangsung mulai pukul 08.00 WIB ini lebih dari sekadar tugas akademik belaka.
Kegiatan ini menjadi sarana bagi mahasiswa untuk mengenal langsung karakteristik anak-anak istimewa sekaligus mempererat silaturahmi dan kerja sama antara Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry dan SLB TNCC.
Pihak sekolah menyadari bahwa lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap kenyamanan dan kestabilan emosi siswa.
Di dalam area sekolah, terdapat ruang terima tamu yang tertata rapi, memberikan kesan inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang ingin berkonsultasi atau mengenal program sekolah.
Selain itu, ruang guru yang nyaman menjadi pusat koordinasi bagi para pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran individual bagi setiap siswa.
TNCC juga mengusung konsep "rumah kelas", di mana ruang belajar didesain sedemikian rupa agar terasa hangat dan tidak kaku seperti ruang kelas konvensional.
Hal ini sangat penting untuk membantu ABK merasa aman (secure) selama proses belajar.
Fasilitas pendukung lainnya meliputi banyak toilet yang bersih dan aksesibel, yang tersebar di beberapa titik untuk memudahkan kemandirian siswa (self-grooming).
Tidak kalah penting, adanya area tempat bermain yang luas menjadi ruang bagi siswa untuk melatih motorik kasar dan bersosialisasi.
Bagi mahasiswa psikologi, keberadaan area bermain ini menjadi objek observasi menarik untuk melihat bagaimana interaksi sosial antar-ABK terjalin di luar jam belajar formal.
Salah satu momen paling berkesan terjadi saat penulis berkesempatan memasuki ruang kelas VII SMP.
Di dalam ruangan tersebut, terdapat enam siswa istimewa dengan karakteristik yang sangat beragam—terdiri dari dua siswa perempuan dan empat siswa laki-laki.
Awalnya, kehadiran orang asing di dalam kelas sempat memicu reaksi ragu dan tertutup dari para siswa.
Namun, melalui pendekatan persuasif yang lembut, perlahan "tembok" itu runtuh. Mereka mulai menyambut kehadiran mahasiswa dengan senyum dan rasa ingin tahu yang murni.
Di kelas ini, penulis mengamati dinamika interaksi yang luar biasa.
Menyadari hal itu, puluhan mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry yang mengambil mata kuliah Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melakukan kunjungan praktik ke SLB The Nanny Children Center (TNCC) Banda Aceh, Rabu (19/11/2024).
Dipandu langsung oleh dosen pengampu, Harri Santoso, S.Psi., M.Ed., kunjungan yang berlangsung mulai pukul 08.00 WIB ini lebih dari sekadar tugas akademik belaka.
Kegiatan ini menjadi sarana bagi mahasiswa untuk mengenal langsung karakteristik anak-anak istimewa sekaligus mempererat silaturahmi dan kerja sama antara Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry dan SLB TNCC.
Fasilitas Penunjang: Menciptakan Lingkungan Ramah Anak
Salah satu aspek yang mencuri perhatian para mahasiswa saat tiba di lokasi adalah kesiapan infrastruktur SLB TNCC dalam mendukung proses belajar mengajar anak berkebutuhan khusus.Pihak sekolah menyadari bahwa lingkungan fisik sangat berpengaruh terhadap kenyamanan dan kestabilan emosi siswa.
Di dalam area sekolah, terdapat ruang terima tamu yang tertata rapi, memberikan kesan inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang ingin berkonsultasi atau mengenal program sekolah.
Selain itu, ruang guru yang nyaman menjadi pusat koordinasi bagi para pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran individual bagi setiap siswa.
TNCC juga mengusung konsep "rumah kelas", di mana ruang belajar didesain sedemikian rupa agar terasa hangat dan tidak kaku seperti ruang kelas konvensional.
Hal ini sangat penting untuk membantu ABK merasa aman (secure) selama proses belajar.
Fasilitas pendukung lainnya meliputi banyak toilet yang bersih dan aksesibel, yang tersebar di beberapa titik untuk memudahkan kemandirian siswa (self-grooming).
Tidak kalah penting, adanya area tempat bermain yang luas menjadi ruang bagi siswa untuk melatih motorik kasar dan bersosialisasi.
Bagi mahasiswa psikologi, keberadaan area bermain ini menjadi objek observasi menarik untuk melihat bagaimana interaksi sosial antar-ABK terjalin di luar jam belajar formal.
Potret Dinamika Kelas VII SMP: Keberagaman dalam Keterbatasan
Setelah sesi orientasi profil sekolah dan teknis pembelajaran, mahasiswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil.Salah satu momen paling berkesan terjadi saat penulis berkesempatan memasuki ruang kelas VII SMP.
Di dalam ruangan tersebut, terdapat enam siswa istimewa dengan karakteristik yang sangat beragam—terdiri dari dua siswa perempuan dan empat siswa laki-laki.
Awalnya, kehadiran orang asing di dalam kelas sempat memicu reaksi ragu dan tertutup dari para siswa.
Namun, melalui pendekatan persuasif yang lembut, perlahan "tembok" itu runtuh. Mereka mulai menyambut kehadiran mahasiswa dengan senyum dan rasa ingin tahu yang murni.
Di kelas ini, penulis mengamati dinamika interaksi yang luar biasa.
Ada A (perempuan) yang merupakan penyandang tunagrahita; secara fisik ia tampak seperti remaja normal, namun memiliki hambatan komunikasi dan sering kali terlihat melamun.
Ada pula siswi lain dengan hambatan pendengaran (tunarungu) yang juga menunjukkan perilaku tenang namun waspada terhadap lingkungan sekitarnya.
Pengamatan mendalam juga tertuju pada empat siswa laki-laki. A (tunarungu) cenderung introvert dan sangat fokus pada dunianya sendiri.
Berbeda dengan F (tunagrahita) yang sangat ekspresif, senang bergaul, dan memiliki energi berlebih untuk bergerak mengelilingi kelas.
Kondisi yang lebih menantang terlihat pada A dan Q yang mengidap autisme.
Ada pula siswi lain dengan hambatan pendengaran (tunarungu) yang juga menunjukkan perilaku tenang namun waspada terhadap lingkungan sekitarnya.
Pengamatan mendalam juga tertuju pada empat siswa laki-laki. A (tunarungu) cenderung introvert dan sangat fokus pada dunianya sendiri.
Berbeda dengan F (tunagrahita) yang sangat ekspresif, senang bergaul, dan memiliki energi berlebih untuk bergerak mengelilingi kelas.
Kondisi yang lebih menantang terlihat pada A dan Q yang mengidap autisme.
A sering kali menunjukkan perilaku repetitif seperti berteriak dan menggerakkan tangan secara tiba-tiba, sementara Q sering menunjukkan perilaku tantrum seperti mengangkat kaki dan menggigit tangannya sendiri.
Keduanya memerlukan bimbingan penuh dan ekstra sabar dari para guru pendamping.
Meskipun mayoritas sulit untuk membaca secara lancar, mereka menunjukkan kemajuan dalam menulis asalkan dibimbing dengan metode ejaan yang telaten.
Stimulasi visual melalui gambar dan warna menjadi media pembelajaran yang paling efektif bagi mereka, mengingat keterbatasan kemampuan verbal yang rata-rata mereka alami.
Bagi mahasiswa psikologi, fenomena ini menjadi "laboratorium hidup". Mereka belajar bahwa setiap anak memiliki cara unik dalam memproses informasi.
Tunagrahita, tunarungu, maupun autisme bukanlah sekadar label medis, melainkan cara individu tersebut berinteraksi dengan dunia yang harus dipahami oleh calon psikolog.
Tantangan Literasi dan Kognitif
Secara umum, siswa di kelas VII ini memiliki tantangan besar dalam aspek literasi.Meskipun mayoritas sulit untuk membaca secara lancar, mereka menunjukkan kemajuan dalam menulis asalkan dibimbing dengan metode ejaan yang telaten.
Stimulasi visual melalui gambar dan warna menjadi media pembelajaran yang paling efektif bagi mereka, mengingat keterbatasan kemampuan verbal yang rata-rata mereka alami.
Bagi mahasiswa psikologi, fenomena ini menjadi "laboratorium hidup". Mereka belajar bahwa setiap anak memiliki cara unik dalam memproses informasi.
Tunagrahita, tunarungu, maupun autisme bukanlah sekadar label medis, melainkan cara individu tersebut berinteraksi dengan dunia yang harus dipahami oleh calon psikolog.
Pengalaman Transformatif dan Harapan Masa Depan
Kunjungan ini memberikan dampak psikologis yang berkesan.Terjadi pergeseran paradigma bagi mahasiswa, dari yang awalnya memandang ABK dengan rasa iba, menjadi rasa kagum atas daya tahan (resiliensi) dan kejujuran emosional yang ditunjukkan oleh anak-anak tersebut.
Dosen pengampu, Harri Santoso, S.Psi., M.Ed., berharap kunjungan ini membekali mahasiswa dengan empati dan kemampuan observasi klinis.
Dosen pengampu, Harri Santoso, S.Psi., M.Ed., berharap kunjungan ini membekali mahasiswa dengan empati dan kemampuan observasi klinis.
“Teori di kelas adalah fondasi, namun pertemuan langsung dengan anak-anak di TNCC adalah guru yang sesungguhnya,” ujarnya.
Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi kerja sama yang lebih erat antara UIN Ar-Raniry dan SLB TNCC, baik dalam bentuk penelitian, program magang, maupun pengabdian masyarakat.
Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan tercipta lingkungan masyarakat yang lebih inklusif dan ramah terhadap penyandang disabilitas di masa depan.
Mahasiswa pulang membawa tas yang penuh dengan catatan observasi, namun yang lebih penting, mereka membawa pulang hati yang lebih kaya akan empati.
SLB TNCC dengan fasilitasnya yang lengkap dan para gurunya yang berdedikasi telah membuktikan bahwa dengan kasih sayang dan metode yang tepat, keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya.
Pendidikan sejati memang tidak hanya terjadi di dalam gedung kampus yang megah, tetapi juga di ruang-ruang "rumah kelas" di mana kesabaran diuji dan setiap progres sekecil apa pun dirayakan sebagai sebuah kemenangan besar bagi kemanusiaan.
Penulis: Della Tri Novita (Mahasiswa Prodi Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Foto: Dok. untuk INTIinspira
Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi kerja sama yang lebih erat antara UIN Ar-Raniry dan SLB TNCC, baik dalam bentuk penelitian, program magang, maupun pengabdian masyarakat.
Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan tercipta lingkungan masyarakat yang lebih inklusif dan ramah terhadap penyandang disabilitas di masa depan.
Penutup
Kunjungan berakhir saat matahari mulai meninggi, namun kesan yang ditinggalkan tetap membekas kuat.Mahasiswa pulang membawa tas yang penuh dengan catatan observasi, namun yang lebih penting, mereka membawa pulang hati yang lebih kaya akan empati.
SLB TNCC dengan fasilitasnya yang lengkap dan para gurunya yang berdedikasi telah membuktikan bahwa dengan kasih sayang dan metode yang tepat, keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya.
Pendidikan sejati memang tidak hanya terjadi di dalam gedung kampus yang megah, tetapi juga di ruang-ruang "rumah kelas" di mana kesabaran diuji dan setiap progres sekecil apa pun dirayakan sebagai sebuah kemenangan besar bagi kemanusiaan.
Penulis: Della Tri Novita (Mahasiswa Prodi Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Foto: Dok. untuk INTIinspira


