Clock

Melihat Lawan Bicara dalam Dua Posisi: Seni Menghadapi Perbedaan Pendapat

Ilustrasi berdiskusi


Melihat lawan bicara dalam dua posisi, akan membantu kita untuk lebih mudah menghadapi perbedaan pendapat dalam berkomunikasi.

Oleh: Arizul Suwar*

Dua Posisi Lawan Bicara

Ketika berdiskusi, lawan bicara senantiasa saya lihat dalam dua posisi.

Pertama, posisi dia sebagai manusia yang menyejarah, terus menjadi (to be), dan makhluk yang pada dirinya melekat berbagai atribut kemanusiaan (jenis kelamin, ras, suku, bangsa, dan lain-lain).

Sebelum lanjut ke poin posisi kedua, saya perjelas dulu bagaimana yang dimaksud dengan manusia yang menyejarah. 

Sederhananya, manusia yang menyejarah itu berarti makhluk yang padanya terikat berbagai memori kehidupan yang dijalaninya, bagaimana dia dibesarkan di keluarga, bagaimana masyarakat tempat dia hidup, dan sebagainya.

Salah satu contohnya begini, seseorang yang dibesarkan dalam keluarga yang ketika bicara menggunakan tutur kata yang halus, maka orang yang bersangkutan, juga akan bertutur kata yang halus ketika berbicara.

Selanjutnya, terkait manusia yang terus menjadi (to be), sederhananya, manusia yang terus menjadi (to be) itu merujuk pada gerak perubahan diri seseorang, apakah itu perubahan secara biologis, mental, cara menyelesaikan masalah, cara memaknai kenyataan, dan seterusnya.

Kalau belum paham juga, lihat saja tingkah anak-anak itu, waktu kecil dia akan menyelesaikan permasalah dengan berkelahi misalnya. 

Tapi ketika beranjak dewasa, dia sudah mulai berpikir untuk mencari jalan lain dalam menyelesaikan masalah. 

Itu bisa jadi contoh sederhana terkait makhluk yang menjadi (to be). 

Kalau masih belum paham juga, saya tidak tahu harus bagaimana, mungkin Dora The Explorer itu bisa membantu anda.


Ilustrasi dora
Dora sedang mencari rumah neneknya

Sekarang saya lanjut ke posisi kedua, yakni saya melihat lawan bicara itu sebagai ide, gagasan, pendapat, yang dia ekspresikan pada saat itu. Saya ulangi, pada saat itu.

Mengapa Harus Dipisahkan?

Dua posisi itu, jika tidak dipisahkan, maka akan menimbulkan banyak persoalan. 

Salah satu persoalan yang hampir bisa dipastikan muncul adalah kebencian kepada lawan bicara yang gagasan atau pendapatnya berseberangan dengan kita.

Saya kira itu sangat jelas, mengapa lawan bicara saya lihat dalam dua posisi, agar tidak terjadi tumpang tindih antara dia sebagai manusia sebagaimana penjelasan pada poin pertama, dengan dia sebagai gagasan dan pendapat, sebagaimana penjelasan poin kedua.

Kasus-kasus aneh tapi nyata seperti tindak KDRT, disebabkan berbeda pilihan calon atau partai politik, merupakan indikasi kuat yang menunjukkan bahwa, ketika seseorang tidak mampu membedakan dua posisi sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka dia akan terjerumus ke dalam beragam persoalan, yang tak jarang membagongkan.

Manfaat Pemisahan Posisi Lawan Bicara 

Selain berguna untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul di kemudian hari bahkan di hari kemudian. 

Perbedaan yang tegas antar posisi itu, juga membuat saya lebih rileks dalam berdiskusi.

Ya, artinya tidak perlu harus banting meja kopi warung orang juga, kita bisa berdiskusi dengan lebih santai. 

Kasihan pemilik warung, kita yang berdiskusi, dia yang menanggung rugi. innalilahi.


Ilustrasi banting meja
Ilustrasi banting meja 

Perlu diingat juga, dengan kemampuan membedakan dua posisi tersebut, potensi untuk membenci seseorang menjadi lebih minim. 

Mengapa? Karena kita sadar bahwa yang namanya manusia itu terus berubah, sesuatu yang hari ini dibela mati-matian bisa jadi besok diolok habis-habisan, begitulah kira-kira.

Sebagai intermeso (bentuk baku dari intermezo), ada kawan saya yang suka menggunakan kalimat begitulah kira-kira, tapi sering diucapkannya sebagai begitulah kura-kura

Saya juga tidak tahu, entah ada masalah apa dia dengan kura-kura, sehingga selalu dibawa-bawa.

Penutup

Sebagai penutup, saya tidak tahu harus menulis apa lagi, jadi saya tutup saja, berbeda pendapat akan bisa dihadapi dengan santai jika kita mampu melihat lawan bicara sebagai sosok dengan dua posisi. 

Lawan bicara sebagai manusia yang terus berubah, dan lawan bicara sebagai gagasan atau pendapat yang diekspresikan pada saat itu. Karena bisa jadi besok dia sudah berpendapat lain. []


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan