Belajar Langsung dari Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) The Nanny Children Center
INTIinspira - Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh melaksanakan kunjungan edukatif ke Sekolah Luar Biasa (SLB) The Nanny Children Center (TNCC) Banda Aceh pada Rabu, 25 September 2025.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengabdian kepada masyarakat sebagai wujud komitmen dalam mendukung pendidikan inklusif dan memperkuat kerja sama dengan lembaga pendidikan khusus di Aceh.
Kunjungan ini dipimpin oleh Hari Santoso, S.Psi., M.Ed., dosen pengampu mata kuliah Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.
Rombongan dosen dan mahasiswa Fakultas Psikologi disambut oleh Kepala SLB TNCC Banda Aceh, DM. Ria Hidayati, S.Psi., M.Ed., bersama para guru dan staf sekolah dalam suasana akrab dan kekeluargaan.
Pengalaman paling berkesan selama kunjungan ini adalah saat penulis berinteraksi langsung dengan seorang siswa bernama Gibran.
Ketika memasuki kelas, Gibran tampak duduk dengan ekspresi waspada sekaligus penasaran, seolah masih menimbang kehadiran orang-orang baru di sekitarnya.
Dia memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri. Penulis kemudian memilih mendekatinya secara perlahan melalui senyuman dan sapaan, tanpa memaksakan komunikasi.
Dalam proses pembelajaran, penulis melihat bagaimana Gibran menerima arahan dari guru melalui pendekatan yang sabar dan terstruktur.
Dia tidak selalu langsung merespons, namun ketika diberikan waktu serta instruksi yang jelas, ia mampu mengikuti kegiatan dengan caranya sendiri.
Dari pengalaman ini, penulis menyadari bahwa setiap anak berkebutuhan khusus memiliki ritme belajar yang berbeda, sehingga kesabaran menjadi kunci utama dalam pendampingan.
Penulis juga mendapat kesempatan membantu Gibran mengerjakan tugas sederhana.
Pada awalnya, ia tampak ragu dan kurang percaya diri. Namun setelah diberikan dukungan verbal berupa pujian dan dorongan positif, Gibran perlahan menjadi lebih fokus dan berani mencoba.
Momen ini memberikan pengalaman langsung tentang pentingnya empati dan komunikasi yang tepat dalam membangun rasa aman pada anak berkebutuhan khusus.
Selain berinteraksi dengan Gibran, penulis juga berinteraksi dengan siswa lain di kelas.
Setiap anak menunjukkan karakteristik yang unik—ada yang sangat aktif, ada pula yang lebih pendiam dan lebih banyak berkomunikasi melalui bahasa tubuh.
Pengalaman ini menyadarkan penulis bahwa teori yang dipelajari di bangku kuliah benar-benar hadir dalam praktik, bukan sekadar konsep tertulis dalam buku.
Salah satu pelajaran penting dari kunjungan ini adalah memahami anak sebagai individu yang memiliku keunikan.
Melalui interaksi langsung, penulis melihat bahwa anak-anak berkebutuhan khusus memiliki potensi, emosi, dan kebutuhan untuk dihargai sebagaimana anak pada umumnya.
Mereka hanya memerlukan pendekatan yang sesuai dengan kondisi masing-masing.
Selama kegiatan berlangsung, penulis mengamati bagaimana guru menerapkan teknik komunikasi yang lembut dan tidak menghakimi.
Pendekatan ini berdampak positif pada perilaku Gibran yang tampak lebih tenang dan kooperatif.
Pengalaman tersebut menegaskan bahwa lingkungan belajar yang suportif sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak berkebutuhan khusus.
Pengalaman ini juga meningkatkan kepekaan penulis terhadap perasaan anak dalam lingkungan belajar.
Hal-hal seperti intonasi suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh terbukti sangat memengaruhi respons anak berkebutuhan khusus.
Ketika pendekatan dilakukan dengan nada yang lebih tenang dan sikap terbuka, Gibran terlihat lebih mudah menerima kehadiran pendamping. Ini menunjukkan bahwa pendekatan emosional kerap lebih bermakna daripada sekadar instruksi verbal.
Penulis juga belajar untuk tidak terburu-buru menilai kemampuan anak dari satu perilaku saja.
Pada momen tertentu, Gibran tampak kurang fokus, namun di waktu lain ia justru menunjukkan ketertarikan yang tinggi terhadap aktivitas tertentu.
Pengalaman ini mengungkapkan bahwa fluktuasi emosi dan konsentrasi merupakan hal yang wajar pada anak berkebutuhan khusus, sehingga pendampingan perlu dilakukan secara fleksibel, penuh pengertian, dan kesabaran.
Interaksi langsung ini juga mengingatkan lagi penulis bahwa peran mahasiswa psikologi tidak hanya sebatas mengamati, tetapi juga membangun relasi yang aman dan nyaman bagi anak.
Pengalaman ini memperkaya pemahaman penulis tentang praktik psikologi anak berkebutuhan khusus secara nyata, sekaligus menumbuhkan motivasi untuk terus belajar dan mengembangkan kompetensi di bidang tersebut.
Menjelang akhir kegiatan, suasana kelas terasa semakin cair. Gibran tampak lebih nyaman berinteraksi, beberapa kali tersenyum, dan menunjukkan ketertarikan untuk tetap terlibat.
Momen ini memberikan kesan mendalam bahwa kehadiran yang penuh empati dapat membawa dampak positif bagi anak.
Secara keseluruhan, kunjungan ini menjadi pembelajaran bermakna bagi penulis sebagai mahasiswa psikologi.
Tidak hanya belajar mengamati, tetapi juga merasakan, memahami, dan menghargai proses perkembangan anak berkebutuhan khusus.
Pengalaman ini kembali menegaskan bahwa menjadi calon psikolog tidak hanya menuntut pengetahuan akademik, melainkan juga kepekaan sosial, kesabaran, dan keterbukaan hati. Keyakinan pun semakin kuat bahwa setiap anak memiliki potensi untuk berkembang apabila didampingi dengan pendekatan yang tepat.
Penulis : Faras Rolanda (Mahasiswa Prodi Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Foto : Dok. untuk INTIinspira
Secara keseluruhan, kunjungan ini menjadi pembelajaran bermakna bagi penulis sebagai mahasiswa psikologi.
Tidak hanya belajar mengamati, tetapi juga merasakan, memahami, dan menghargai proses perkembangan anak berkebutuhan khusus.
Pengalaman ini kembali menegaskan bahwa menjadi calon psikolog tidak hanya menuntut pengetahuan akademik, melainkan juga kepekaan sosial, kesabaran, dan keterbukaan hati. Keyakinan pun semakin kuat bahwa setiap anak memiliki potensi untuk berkembang apabila didampingi dengan pendekatan yang tepat.
Penulis : Faras Rolanda (Mahasiswa Prodi Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh)
Foto : Dok. untuk INTIinspira


