Menabur Kata, Menata Rindu: Empat Catatan Sunyi
INTIinspira - Dalam diam, kata-kata tumbuh. Dalam sepi, rindu menemukan bentuknya. Ini adalah empat puisi yang kutulis dalam ruang sunyi. Semoga setiap baitnya menemukan tempat di hatimu yang membaca.
1. Menabur Kata
Aku dikesendirian malammenyulam sunyi di antara jeda napas dan rindu.
Kuraih papan abjad yang dingin,
kususun huruf-huruf yang patah,
menjadi kata.
Kutulis lagi, dan lagi.
Namun sajak tak kunjung menemukan rumahnya.
Terus aku ulangi, hingga hanya satu kata yang terus kembali,
mengendap di dada, bergetar di ujung jemari: kamu.
Kulu, 27 Mei 2025.
2. Dari Menabur Kata hingga Menata rindu
Masih kupeluk sunyi dalam kesendirian,menyulam senyap di antara waktu yang beku.
Dari menabur kata hingga menata rindu,
sial, namamu lagi yang tumbuh di qalbu.
Sejak perjumpaan yang singkat itu,
ada yang tertinggal di antara detik-detik yang malu-malu:
ruas senyummu adalah lukisan paling elok yang kutemui,
membius mata, mengikat hati.
Sungguh, jika rindu ini adalah bahasa cinta,
maka biarlah aku jadi penyairnya
menulismu dalam tiap denyut dan jeda.
Sudut kamar, 27 Mei 2025
rindu berdiri, diam menanti.
Aku hanya pengelana di padang gersang, membawa tas rindu yang tak kunjung ringan, berjalan menuju raga yang telah lama kudambakan.
Jika kau membaca ini,
biarlah kau tahu—meski tak perlu membalas:
Setiap malam kusemai doa,
agar waktu luluh, membuka jendela.
Kupeluk angin, kugenggam langit,
mencari jejakmu di tiap pelipit.
Mungkinkah kau rasa yang sama?
Menantiku di sunyi yang sama?
Aku masih percaya pada temu,
seperti embun yang pulang ke daun.
Kita akan saling sapa,
di waktu yang belum datang —
tapi tak pernah lupa.
3. Menuju Rindu yang Pulang
Di sela senyap yang tak bertepi,rindu berdiri, diam menanti.
Aku hanya pengelana di padang gersang, membawa tas rindu yang tak kunjung ringan, berjalan menuju raga yang telah lama kudambakan.
Jika kau membaca ini,
biarlah kau tahu—meski tak perlu membalas:
Setiap malam kusemai doa,
agar waktu luluh, membuka jendela.
Kupeluk angin, kugenggam langit,
mencari jejakmu di tiap pelipit.
Mungkinkah kau rasa yang sama?
Menantiku di sunyi yang sama?
Aku masih percaya pada temu,
seperti embun yang pulang ke daun.
Kita akan saling sapa,
di waktu yang belum datang —
tapi tak pernah lupa.
Sudut kamar, 29, Mei 2025
Menilik bintang yang tak juga terpejam.
Begitupun mataku, yang masih sibuk mencari cari sebuah bayang.
pada album berdebu, lirik lirik lagu, dan juga di sisa sisa kesadaranku.
Hingga suatu waktu, kualamatkan engkau sebagai satu satunya tempat berlabuh sendu.
Yang paling kugauli di setiap malam-malam sepiku. Ya, hanya itu yang kumau.
4. Ya Kamu
Jarum jam berbaris di tepi malam.Menilik bintang yang tak juga terpejam.
Begitupun mataku, yang masih sibuk mencari cari sebuah bayang.
pada album berdebu, lirik lirik lagu, dan juga di sisa sisa kesadaranku.
Hingga suatu waktu, kualamatkan engkau sebagai satu satunya tempat berlabuh sendu.
Yang paling kugauli di setiap malam-malam sepiku. Ya, hanya itu yang kumau.
Sudut kamar, 23 September
Penulis: Muji Ahmad Razi (Penikmat Sastra/Alumni STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh)
Ilustrasi: Menulis, Penyair, Puitis/Pixabay
Ilustrasi: Menulis, Penyair, Puitis/Pixabay