Diskursus Hadis Kepemimpinan Wanita


Oleh: Tgk. Jazuli Abu Bakar, M. Ag

Ada satu hadis yang menurut sebagian kelompok memuat narasi tendensius dan cenderung mendiskreditkan wanita, (bisa dibaca pemikiran Fatima Mernisi tentang feminisme), yaitu:

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً

"Tidak akan beruntung suatu kaum yang yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan."

Fatima Mernisi berpandangan bahwa perempuan sadar tidak sadar, mereka disetir oleh laki-laki dengan ragam stigma negatif. Perempuan kerap dikekang oleh harem (perempuan yang harus duduk di rumah, tidak boleh keluar) yang bertujuan menjaga laki-laki agar tidak melakukan dosa. Perempuan tidak lulus uji kelayakan sebagai pemimpin dan beberapa stigma lainnya. Stigma ini, menurutnya seringkali dibungkus dengan perintah agama. (Fatima Mernisi, tokoh feminisme asal Maroko).

Dalam tulisan ini kita tidak akan membahas semuanya, fokus tulisan kali ini hanya pada kepemimpinan wanita. Hadis ini bisa dilihat dalam Sahih Bukhari tahqiq Dr. mustafa Dib al-Bugha, jilid 4, terbitan Dar Ibnu Katsir, cetakan kelima, tahun 1993 Masehi, no hadis 4163, dengan redaksi utuhnya:

حدثنا عثمان بن الهيثم: حدثنا عوف، عن الحسن، عن أبي بكرة قال: لقد نفعني الله بكلمة سمعتها من رسول الله ﷺ أيام الجمل، بعد ما كدت أن ألحق بأصحاب الجمل فأقاتل معهم، قال: لما بلغ رسول الله ﷺ أن أهل فارس قد ملكوا عليهم بنت كسرى، قال: (لن يفلح قوم ولوا أمرهم امرأة).

Dari Utsman bin Haitsam dari Auf dari Hasan dari Abi Bakrah berkata: Allah sungguh memberi manfaat untukku menjelang terjadinya perang jamal (antara saydina Ali dan siti Aisyah) dimana hampir saja aku bergabung bersama mereka (ashab Jamal) untuk berperang lewat sebuah kalimat yang kudengar dari Rasulullah Saw. Rasulullah berkata: Tidak akan beruntung suatu kaum yang yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan."

Disclaimer: tulisan ini bukan sedang menghakimi mana yang benar antara pihak saydina Ali dan siti Aisyah. Cukup perang jamal dijadikan sebagai renungan dan pelajaran. Kita tetap menghormati dan mencintai saydina Ali dan siti Aisyah sebagai bintang cemerlang sebagaimana yang direpresentasikan oleh hadis ashabi kannujum dst.

Kembali ke pembahasan awal. Hadis ini memunculkan polemik yang tidak sederhana. Misalnya apakah perempuan terlarang untuk jadi pemimpin dengan mendasari pada teks hadis? Atau tidak karena melihat latar belakangnya (asbabul wurud)?

Pertama, asabul wurud hadis ini sebagaimana yang tertera di Fath al-Barri: Humaid meriwayatkan; suatu hari ketika sampai berita bahwa raja di Persia digantikan orang lain. Rasulullah bertanya: siapa yang menggantikan? Mereka menjawab: putrinya wahai Rasul. Lalu rasulullah mengutarakan: tidak akan beruntung kaum yang menyerahkan urusannya pada perempuan.

Adapun nama putri yang dimaksud dalam riwayat yaitu Buran binti Abarwiz, memerintah selama satu tahun enam bulan, (ini perlu diketahui sebab kerajaan Persia kala itu pernah dipimpin oleh dua perempuan, Buran dan Azarmidukht, tetapi yang satu era dengan Rasul adalah Buran)

Sebelum Rasul bersabda seperti di atas, Rasulullah juga pernah mengirim surat kepada raja Persia yang berisi ajakan untuk masuk Islam. Namun respon raja Persia sangat buruk, ia langsung merobek surat itu. Mendengar kabar ini Rasulullah berdoa: Allah akan merobek kerajaannya". 

Selepas doa Rasulullah, kerajaan ini langsung kocar-kacir, tidak ada raja yang bertahan lama, ragam peristiwa tragis terjadi diantaranya, sang raja Abarwiz (kisra II) dibunuh putranya sendiri syiruwaisy dengan dibelah perutnya. 

Teks utuh hadisnya sebagaiman dalam al-Kawakibud Durari syarah Sahih Bukhari, jilid 16, terbitan Dar Ihya' litturats, cetakan kedua, tahun 1981 Masehi, no hadits 4123, disebutkan:

حدثنا إسحاق حدثنا يعقوب بن إبراهيم حدثنا أبى عن صالح عن ابن شهاب قال أخبرنى عبيد الله بن عبد الله أن ابن عباس أخبره أن رسول الله ﷺ بعث بكتابه إلى كسرى مع عبد الله بن حذافة السهمى، فأمره أن يدفعه إلى عظيم البحرين، فدفعه عظيم البحرين إلى كسرى، فلما قرأه مزقه - فحسبت أن ابن المسيب قال - فدعا عليهم رسول الله ﷺ أن يمزقوا كل ممزق.

Dari Ibnu Abbas: Rasulullah mengutus Abdullah bin Huzafah membawa surat ke Kisra, memerintahnya menyerahkan surat kepada penguasa Bahrain untuk diserahkan ke Kisra. Tatkalah Kisra membaca isinya, ia langsung merobek suratnya. -Aku menduga bahwa ibnu Musayyab berkata- Rasulullah lalu berdoa supaya mereka dihancurkan sehancur-hancurnya.

Dari dua peristiwa ini, ada satu tali yang menyambungnya, berupa doa Rasulullah tentang kerajaan Persia yang tidak akan menang dan pemberitahuan Rasulullah tentang ratu Persia itu tidak akan menang. 

Kembali ke hadis "kepemimpinan perempuan": setidaknya ada dua model pandangan ulama. 

Syekh Mala Ali al-Qari mengatakan, tidak layak perempuan menjdi pemimpin dan hakim sebab dua jabatan itu mengharuskan ia keluar ke khalayak ramai untuk menyelesaikan persoalan publik sedangkan perempuan sendiri statusnya adalah aurat yang tidak layak melakukan itu. (Lihat Mirqah al-Mafatih syarah Misykah al-Mashabih) Pandangan senada juga diungkapkan oleh Ibnu Malak al-Kirmani (lihat syarah al-Mashabih li ibni Malak).

Muhammad bin Ismail al-Imrani mengatakan: Mayoritas ulama menyatakan, tidak boleh bagi perempuan menjadi pemimpin secara mutlak. Sedang Abu Hanifah sendiri berpendapat perempuan boleh menjadi pemimpin pada kasus-kasus yang identik dengan kewanitaan, tidak pada persoalan denda dan sanksi. (Lihat Nailul Amani min Fatawa Muhammad bin Ismail al-Imrani).

Al-Qasthalani berkata: mayoritas ulama menafikan kebolehan pemimpin seorang perempuan sedangkan Abu Hanifah dan al-Thabarri melalui jalur imam Malik menyatakan boleh perempuan jadi pemimpin pada kasus yang wanita bisa menjadi saksi. (Lihat Irsyadus Sari syarah Shahih Bukhari).

Albahuti berujar: perempuan tidak boleh jadi pemimpin karena lemah daya pikir, analisa dan tidak memiliki kapasitas untuk memenuhi kebutuhan manusia. (Lihat Kasyaful Qinna' 'an matan al-Iqna'). Dan masih banyak pandangan ulama lain yang serupa dengan pendapat di atas. 

Dari beberapa pendapat yang lalu, bisa disimpulkan bahwa ada satu kesepahaman ulama klasik tentang larangan seorang perempuan menjabat pemimpin publik. Akan tetapi bila kita lihat beberapa pandangan tokoh kontemporer, akan ditemukan pendapat yang kontras berbeda, diantaranya:

Muhammad al-Ghazali berpendapat: hadis di atas tidak bisa dihukumi secara general tetapi harus dirkontekstualisasikan maknanya dengan zaman sekarang. Melihat dari berbedanya kondisi perempuan zaman dulu dengan zaman sekarang, maka hukumnyapun ikut berubah sebagaimana kaidah Taghayyurul ahkam bi taghayyuriz zaman (dinamisasi hukum akibat dari bergesernya zaman). 

Al-Ghazali melanjutkan: Adapun ulama yang menyandarkan hadis di atas kepada kaidah al-Ibrah bi umum alfaz la bi khusus asbab (ungkapan dinilai dari umumnya lafaz bukan dinilai dari khususnya sebab pengungkapan) dimaksudkan pada kasus-kasus yang tidak mengarah kepada hukum lain. 

Bila ada maksud lain dari suatu ungkapan yang diketahui dari sebab pengucapannya, maka kaidah yang relevan adalah al'ibrah bikhusus asbab, ungkapnya. (Penjelasan lengkap lihat fiqhul waqi' wa atsaruhu fil ijtihad)

Dalam web Dar Ifta juga dijelaskan bahwa hadis di atas diarahkan khusus pada peristiwa kepemimpinan Buran binti Abarwiz, tidak bisa digeneral untuk kepemimpinan wanita secara umum. Perempuan-perempuan sekarang sangat boleh masuk dalam kepemimpinan di ranah publik selama ia memilki kapasitas dan teruji kelayakannya. (Selengkapnya baca https://www.dar-alifta.org/ar/Articles/8731/مفتي-الجمهورية-في-لقايه-الرمضاني-مع-الاعلامي-حمدي-رزق-حديث-ل)

Singkatnya, apakah syariat melegalkan kepemimpinan wanita atau tidak? Jawabannya masih menjadi kontroversi. Perbedaan sudut pandang ini setidaknya muncul akibat dari dua faktor:

1. Sebagian (mayoritas ulama) melihat pada lafaz yang umum, artinya masuk dalam kaidah al'ibrah bi umum alfaz.

2. Sebagian (minor) melihat pada sebab yang khusus berdasar kaidah al'ibrah bukhusus asbab.

Sampai saat ini (sepengetahuan saya) belum ada hukum final mengenai status kepemimpinan wanita. Tetapi sederhananya, berpegang pada pendapat mayoritas tentu lebih selamat dan lebih ashlah. Wallahu a'lam.

*Penulis Buku Menjerat Akal

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan