Empati: Gerbang Kecerdasan Interpersonal

Oleh: Arizul Suwar*

Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Howard Gardner mengartikan kecerdasan interpersonal sebagai keahlian memahami emosi orang lain, motivasi, cara bekerja serta kecenderungan bekerja sama (Gardner, 2003). 

Riyanto menambah perincian terhadap kecerdasan interpersonal dengan menyebutkannya sebaga skill yang dengannya seseorang mampu memahami perbedaan dan dapat memberi tanggapan terhadap orang lain yang berkaitan dengan emosi, seperti sikap, kondisi hati, tingkat stres dan mampu memberikan tanggapan dengan baik. (Riyanto, 2009). 

Yaumi menambahkan, kecerdasan interpersonal ini merupakan kemampuan memahami ciri dan tanda-tanda yang ada pada orang lain, baik verbal maupun nonverbal serta sanggup membiasakan dirinya dengan mode orang lain secara proporsional (Yaumi, 2012).

Dari beberapa pengertian di atas, secara terang menunjukkan bahwa kecerdasan interpersonal berkaitan dengan relasi sosial. Secara praktis, kecerdasan ini bermanfaat bagi terciptanya hubungan sosial menjadi lebih cair dan harmonis, karena seseorang dapat memahami beragam sikap yang muncul dari orang lain, seperti keinginan, kecemasan, tekanan, hasrat, motif dan seterusnya (Adib, 2022). 

Gardner juga menjelaskan bahwa ciri atau kriteria seseorang yang memiliki kecerdasan interpersonal ini ditandai dengan beberapa kemampuan yaitu: mampu menjadi pendengar yang baik, memahami perasaan orang lain serta mampu memahami keadaan dan memikirkan respon yang baik terhadap orang lain (Gardner, 2003).

Memahami Kecerdasan Interpersonal
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa kecerdasan interpersonal ini berkaitan dengan relasi sosial, atau sederhananya kemampuan untuk memahami orang lain, maka di samping itu ada kecerdasan intrapersonal, yakni kecerdasan untuk memahami diri sendiri. 

Kedua kecerdasan ini saling bertautan, tak bisa dipisahkan. Tak mungkin seseorang dapat memahami emosi orang lain jika dia tidak mampu memahami emosi diri sendiri. 

Kalaupun seseorang--sebutlah--mengerahkan seluruh energinya untuk memahami orang lain, namun di saat yang bersamaan dia tidak berusaha memahami diri sendiri, maka kemungkinan besar yang terjadi adalah rekaan pemahaman, atau pseudo-pemahaman terhadap orang lain. 

Dia merasa-rasa bahwa dirinya telah memahami orang lain, sebenarnya sama sekali tidak demikian. Itu hanya imajinernya saja.

Empati sebagai Gerbang Kecerdasan Interpersonal
Memahami orang lain hanya mungkin jika diawali dengan memahami diri sendiri. Ini merupakan kunci pertama. Selanjutnya, setelah seseorang berusaha memahami dirinya sendiri, dia sedikit demi sedikit, dalam interaksinya dengan orang lain, akan mencoba untuk masuk ke dalam kesadaran orang lain dan mencoba untuk memahaminya. 

Ada diskursus terkait apakah saya sebagai subjek, masuk ke dalam kesadaran orang lain untuk memahami kesadarannya, ataukah kesadaran orang lain tersebut yang saya (subjek) internalisasikan ke dalam diri, sehingga menemukan sebuah pemahaman tentang apa yang dirasakan oleh orang lain. 

Kedua pendapat tersebut memiliki argumentasi masing-masing, tapi di sini, penulis mencoba mensintesakan keduanya, yakni dalam upaya memahami diri sendiri, sebenarnya sudah termasuk di dalamnya upaya memahami orang lain, karena subjektivitas di sini (saya/kita) juga subjektivitas di sana (orang lain). 

Namun yang perlu digarisbawahi ialah, memahami diri sendiri di sini bukanlah membenarkan ego, atau kepentingan sesaat diri kita, sebagaimana yang sering disalahpahami oleh sebagian orang. 

Memahami diri sendiri lebih kepada usaha seseorang untuk menyadari berbagai emosi atau rasa yang muncul dalam dirinya. Memahami diri sendiri juga berkaitan erat dengan kepekaan seseorang menangkap bahasa hati nurani dalam setiap peristiwa kehidupannya.

Empati yang merupakan kemampuan seseorang untuk ikut serta merasakan apa yang dirasa orang lain, merupakan gerbang kecerdasan interpersonal. Secara sederhana empati dapat diartikan sebagai keadaan mental yang menempatkan atau mengidentifikasikan dirinya sama dengan orang lain (Chasanah, 2021). 

Bagaimana empati ini dapat berlangsung? Secara sederhana, ilustrasinya dapat digambarkan sebagai berikut; ketika seseorang mengalami peristiwa yang dianggap menyedihkan, berbagai rasa tidak enak yang dialami bergemuruh di dalam dirinya dan rasa itu harus diterima dan ditanggungnya walau dengan berderai air mata. 

Nah, ketika ada orang lain yang mengalami kejadian serupa, orang tersebut dapat ikut serta merasakan betapa rasa yang tidak enak itu harus diterima dan ditanggung oleh orang yang bersangkutan, di sinilah empati berlangsung. 

Basis dari empati adalah kesamaan pengalaman. Pengalaman yang dimaksud tidak sebatas pengalaman luar melainkan lebih kepada pengalaman batin. Semisal, tidak semua orang pernah menjadi korban perang, tapi setiap orang pastinya sedih dan tertekan jika hidupnya tidak aman. 

Empati bermula dari kemampuan seseorang untuk membuka diri, melawan ego ingin menang sendiri. Karena kemampuan membuka diri inilah yang membuat seseorang mampu menjadi pendengar yang baik, mendengar orang lain dengan seksama tanpa ada tendensi untuk segera menghakiminya. 

Poin utama dari kecerdasan interpersonal adalah kemampuan memahami orang lain, karena orang lain ada di luar diri, maka berarti kita mencoba memahaminya melalui berbagai ekspresi yang dimunculkannya, salah satu mode pemunculan ekspresi itu adalah melalui kata-kata, dari sini menjadi jelas bahwa menjadi pendengar yang baik merupakan salah satu syarat utama untuk dapat memahami orang lain.

Penutup
Memahami orang lain sebagai basis kecerdasan interpersonal bertitik pijak pada kemampuan seseorang memahami dirinya sendiri. Peralihan dari memahami diri sendiri menuju pemahaman terhadap orang lain dimungkinkan melalui empati sebagai gerbangnya. 

Empati melibatkan kemampuan untuk dapat mendengarkan dengan baik, sehingga terbuka ruang untuk merasakan keresahan, kesedihan, bahkan kebahagiaan sekalipun. Empati dimungkinkan dengan cara membuka diri tanpa tergesa-gesa menghakimi orang lain. 

Jelaslah, untuk mengaktifkan kecerdasan interpersonal ini, seseorang harus terlebih dahulu membuka diri dan menerima orang lain dengan segala keunikannya. []

* Alumnus Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh Prodi Pendidikan Agama Islam 
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan