Pendidikan Rusak-Rusakan: Sebuah Tinjauan Reflektif

Ilustrasi pendidikan Rusak-Rusakan
Source Bing Image Creator 


Oleh: Tazkirah Khaira

Pendidikan sering didaku sebagai “aset” bangsa yang paling berharga. Setiap tanggal 02 Mei kita merayakan Hari Pendidikan Nasional, seakan ingin mengaskan bahwa pendidikan benar-benar merupakan modal buat membangun negeri ini. 

Pendidikan juga merupakan sarana dalam mengantarkan kehidupan berbangsa bernegara agar cerdas dan berkemajuan. Pendidikan menjadi fasilitator yang mampu mengangkat derajat generasi bangsa menjadi lebih baik. 

Menjamurnya lembaga pendidikan di belantika tanah air menjadi bukti nyata bahwa pendidikan memberikan harapan, pencerahan dan cita-cita luhur seseorang di masa yang akan datang. Tak terkecuali masa depan bangsa dan negara Indonesia tercinta.

Tapi apalah daya, fenomena pendidikan acapkali membuat hati nurani kita sebagai insan berpendidikan teriris-iris. 

Fenomena demi fenomena yang mengatasnamakan oknum pendidikan merusak sistem, mencederai esensi pendidikan dan menarasikan kegagalan pendidikan dengan cara dan aksi heroiknya yang bertolak belakangan dengan tatanan dan cita-cita luhur para tokoh bangsa. 

Nah, Apakah kita pernah membayangkan bagaimana jadinya pendidikan malah menciptakan generasi tidak cerdas, tidak mengenal empati maupun simpati bahkan lebih parahnya pendidikan menjadi mainan semata dengan berbagai persoalan yang datang bahkan tak kunjung selesai. 

Bagaimana jadinya pendidikan menjadi garda terdepan dalam merusak moral anak bangsa.

Dalam buku Darmaningtyas, diuraikan bagaimana pendidikan mengalami disorientasi di berbagai hal. 

Mulai dari sarana prasarana, output pendidikan dengan kehadiran lembaga pendidikan yang dianggap gagal, problem anggaran, reformasi yang katanya tidak kunjung selesai, marjinalisasi guru agama dan formal, kurikulum berbasis kompetensi, peningkatan jenjang karir guru, guru dengan segala sanksi administrasinya dan wajah pendidikan di daerah perbatasan yang semakin ironis bahkan menyedihkan sekali.

Pendidikan dan problem anggaran menjadi aspek yang seringkali menjadi sasaran buruknya pendidikan. 

Keluhan tentang kecilnya anggaran seakan-akan meniadakan unsur-unsur lain yang cukup signifikan dalam memberikan kontribusi besar terhadap buruknya sistem pendidikan nasional seperti lemahnya kemauan pengelolaan pendidikan nasional meliputi lemahnya manajerial di bidang keuangan (hlm: 6).

Namun, anggaran pendidikan 2023 yang dikucurkan dari pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp. 612,2 triliun. 

"Untuk pertama kali dalam sejarah kita, anggaran pendidikan kita mencapai di atas Rp 600 triliun, yakni Rp 612,2 triliun," jelas Sri Mulyani (Menteri Keuangan) yang diwartakan CNBC Indonesia dalam acara Mandiri Investment Forum 2023, Kamis (2/2/2023) lalu. 

Harusnya dengan peningkatan anggaran yang tinggi mampu memberikan pelayanan maksimal, fasilitas dan peningkatan mutu maupun kompetensi pendidikan dan pendidik ke arah yang lebih baik.

Tidak sampai disitu, Darmaningtyas juga mengurai bahwa anggaran pendidikan yang tinggi tidak otomatis akan meningkatkan mutu pendidikan nasional bila tidak ditunjang oleh kenaikan anggaran bidang lain terutama yang berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar di sekolah maupun di rumah. 

Pembangunan insfrastruktur sekolah di berbagai daerah menjadi tugas serius pemerintah setempat bersinergi dengan pemerintah pusat untuk hadir di daerah perbatasan maupun daerah pelosk negeri tercinta ini.

Di samping persoalan anggaran, persoalan kemauan serta kemampuan pemerintah dalam membiayai pendidikan menjadi pekerjaan rumah tersendiri. 

Kemampuan-kemampuan yang tidak didukung dengan potensi yang baik mengakibatkan kualitas stakeholder kurang bekerja secara profesional. Ditambah kurangnya memiliki Sense of Crisis dengan maraknya gaya hidup sebagian besar aparat pemerintah yang masih terlihat bermewah-mewahan, berlumuran uang dan hanya memburu rente untuk memperkaya diri sendiri. 

Gaya hidup korup dan serakah itu tidak hanya diperlihatkan oleh eksekutif melainkan legislatif yang semula diharapkan mampu menjadi penyalur aspirasi warga tertindas. (hlm: 20)

Selain persoalan anggaran dan akses, Darmaningtyas mengurai betapa kakunya kurikulum pendidikan di Indonesia. 

Perubahan kurikulum yang lebih ramping seperti dijanjikan pada masa awal reformasi sampai sekarang juga belum terjadi. 

Praktis, tidak ada perubahan substansial dalam bidang kurikulum. Materi pelajaran termasuk pelajaran sejarah nasional yang diberikan pasa masa sebelum dan sesudah reformasi masih tetap sama. 

Penyebabnya adalah kebijakan yang masih sentralistik dengan segala logika logika dasar yang dibangun antara pemerintah pusat dengan daerah sehingga muncul istilah ketidaksinkronan kebijakan antara pusat dengan daerah.

Penulis khawatir pendidikan yang disebutkan oleh Darmaningtyas formulasinya sangat moralistik tetapi faktanya jauh dari kata moral. 

Bahkan menjadi sebab sumbangan terbesar terjadinya konflik horizontal akibat kekeliruan dalam menanamkan pendidikan yang humanis atau pendidikan kritis. Bukan malah sebaliknya dengan memberikan definisi perbedaan dengan cara mempertajam skat dan kotak-kotakan dalam segala aspek kehidupan.

Perbedaan demikian tentu saja membuat pendidikan semakin jauh dari esensi pendidikan yang sesungguhnya. 

Esensi pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan yang memerdekakan dengan tujuan agar peserta didik mampu memilih menjadi apa dan siapa saja tanpa himpitan tekanan maupun tuntutan mengelilinginya. Karena kebebasan yang diperoleh merupakan apresiasi tertinggi bagi dirinya sebagai manusia merdeka.

Pada akhir tulisan ini, bagaimanapun pendidikan Indonesia, tetap saja memberikan kualitas hidup yang baik. 

Pendidikan dengan segala problematikanya mengantarkan kita untuk memiliki karakter yang kuat dan berakhlak mulia. Itulah ekspektasi kita sebagai masyarakat Indonesia pada kehadiran lembaga pendidikan. Pendidikan itu candu, mampu membuat mereka yang berpendidikan menjadi lebih bermakna dan lebih baik. []
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan