Melatih Berpikir Benar: Belajar dari Fahruddin Faiz
Source Bing Image Creator |
Oleh: Hafnidar*
Bagi para pecinta filsafat sudah tidak asing dengan nama Fahruddin Faiz, pastinya kurang afdhal jika tidak mengenal sosok beliau. Fahruddin Faiz, sosok anak laki-laki yang luar biasa ini lahir di Mojokerto pada 16 Agustus 1975.
Beliau menamatkan pendidikan Sarjana di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (UIN Suska Yogyakarta) tahun 1998 dengan jurusan Aqidah dan filsafat. Selanjutnya pada tahun 2001, beliau menempuh pendidikan Magister di kampus yang sama dengan mengambil konsentrasi Agama dan Filsafat. Untuk gelar Doktor, Fahruddin Faiz juga menamatkan pendidikan di UIN Suska Yogyakarta pada tahun 2014 dengan jurusan Studi Islam.
Adalah Fahruddin Faiz sosok yang populer dengan kegiatan ngaji filsafatnya. Ceramah-ceramahnya beredar di kanal Youtube dan media sosial lainnya.
Adalah Fahruddin Faiz sosok yang populer dengan kegiatan ngaji filsafatnya. Ceramah-ceramahnya beredar di kanal Youtube dan media sosial lainnya.
Saat mengaji beliau tidak hanya menyajikan filsafat Islam saja, tetapi mulai dari Barat hingga Timur bahkan beberapa tokoh.
Beliau seorang tokoh publik yang sangat mengedukasi melalui bidang filsafat. Banyak yang beranggapan bahwa logika berpikir secara Filsafat sangat sulit dan jelimet.
Namun, Fahruddin Faiz punya cara uniknya tersendiri untuk mengajarkan filsafat menjadi lebih praktis dan mudah dipahami.
Namun, Fahruddin Faiz punya cara uniknya tersendiri untuk mengajarkan filsafat menjadi lebih praktis dan mudah dipahami.
Penjelasan beliau yang lembut dan jernih membuat siapa saja yang mendengar jatuh cinta kepada bapak filsafat tersebut.
Beliau adalah sosok yang sangat memikat dengan suaranya yang berkharisma.
Pertama kali saya mendengar ngaji filsafat beliau di kanal youtube, terbesit di dalam hati, “Ini cara dakwah yang benar”. Entah mengapa timbul pikiran seperti itu, tapi saya menyukai cara beliau dalam menyampaikan hal-hal yang sangat penting bagi manusia, yaitu ilmu.
Filsafat melatih berpikir benar, itu perintah agama. Salah satu perkataan Fahruddin Faiz, “Nggak suka filsafat itu nggak masalah. Tapi nggak boleh nggak suka berpikir dengan benar, karena berpikir benar itu kewajiban kita”.
Filsafat melatih berpikir benar, itu perintah agama. Salah satu perkataan Fahruddin Faiz, “Nggak suka filsafat itu nggak masalah. Tapi nggak boleh nggak suka berpikir dengan benar, karena berpikir benar itu kewajiban kita”.
Berpikir merupakan suatu kegiatan yang krusial dan eksistensial, karena menyangkut keberadaan kita sebagai manusia.
Berpikir benar adalah sebuah pendekatan yang netral dan bijak.
Jika kita melihat kembali pada situasi rumput di halaman rumah Anda, berpikir benar adalah melihat situasi apa adanya, bahwa rumput di halaman rumah memang banyak rumput liar dan tinggi, dan tentu sangat tidak enak dipandang, lalu pikirkan apa yang anda inginkan.
Misalnya Anda ingin halaman rumah yang terawat dan rumput yang pendek dan rapi. Kemudian pikirkan apa yang harus Anda lakukan dan lakukanlah. Atau meminta orang lain untuk memotongnya sehingga pemikiran Anda tentang halaman rumah Anda yang ideal bisa terwujud. Inilah berpikir benar.
Banyak isu-isu yang tersebar bahwa ada yang belajar filsafat jadi ateis, ada yang belajar filsafat jadi religius, ada yang belajar filsafat anti agama, ada yang jadi sangat beragama. Ada yang seperti Imam Ghazali, ada yang seperti Karl Marx, ada yang seperti Iqbal. Itu produknya. Menurut Dr. Fahruddin Faiz produk berpikirnya ya tanggung jawab masing-masing individu, dan tidak ada tuntutan kalau belajar filsafat terus harus manut sama yang anti-Tuhan, harus ikut yang sesat. Tidak begitu, kata beliau.
Sebenarnya, kita menyadari bahwa hanya ada sedikit orang yang benar-benar berpikir benar, selebihnya ia hanya merasa berpikir, dan parahnya lagi sebagian besar memilih mati dari pada berpikir.
Banyak isu-isu yang tersebar bahwa ada yang belajar filsafat jadi ateis, ada yang belajar filsafat jadi religius, ada yang belajar filsafat anti agama, ada yang jadi sangat beragama. Ada yang seperti Imam Ghazali, ada yang seperti Karl Marx, ada yang seperti Iqbal. Itu produknya. Menurut Dr. Fahruddin Faiz produk berpikirnya ya tanggung jawab masing-masing individu, dan tidak ada tuntutan kalau belajar filsafat terus harus manut sama yang anti-Tuhan, harus ikut yang sesat. Tidak begitu, kata beliau.
Sebenarnya, kita menyadari bahwa hanya ada sedikit orang yang benar-benar berpikir benar, selebihnya ia hanya merasa berpikir, dan parahnya lagi sebagian besar memilih mati dari pada berpikir.
Banyak orang yang melakukan tindakan kriminal, salah satu penyebabnya juga di karenakan kurangnya berpikir jernih/benar, sehingga melakukan hal yang tidak harus dilakukan.
Indosnesia pada hari ini mengalami krisis kemanusiaan, pusatnya ada pada moralitas, keadilan sosial dan perdamaian antar manusia.
Menghadapi krisis semacam ini tidak hanya dilalui dengan merenung, tetapi haruslah bergerak menuju perubahan.
Menghadapi krisis semacam ini tidak hanya dilalui dengan merenung, tetapi haruslah bergerak menuju perubahan.
Melakukan perunbahan haruslah dengan pemikiran yang matang, berpikir dengan benar. Setelah proses tersebut dilalui barulah hasil nya tercipta baik.
Konten-konten kajian yang diisi oleh bapak Fahruddin Faiz sudah banyak menimbulkan ketertarikan, karena point-point yang dibahas selalu bisa dan mudah diterima.
Dakwah yang beliau sampaikan tidak hanya seputar filsafat, tetapi juga ke ranah tasawuf. Menurut saya setiap orang yang mengikuti kajiannya akan merasakan dimensi Islam yang ramah, dan tidak mempersoalkan antara agama dan sains. []