Memaafkan: Kunci untuk Kesehatan Mental yang Lebih Baik
Oleh: Feby Salsabila Putri*
Penting untuk diketahui bahwa pada era sekarang kita berada dalam kehidupan yang penuh dengan konflik dan kekecewaan, seringkali kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, memaafkan atau memendam dendam.
Namun, dalam realitasnya, keputusan untuk memaafkan bukan hanya tentang mengampuni orang lain, tetapi juga tentang memberi diri kita kesempatan untuk menyembuhkan diri.
Saat kita mengenal kesehatan mental, penting untuk memahami apa itu memaafkan, yaitu masalah yang memiliki dampak mendalam pada kesejahteraan psikologis kita.
Memaafkan merupakan salah satu kunci penting bagi kesehatan mental yang sering diabaikan.
Dalam menghadapi konflik dan rasa sakit, kemampuan untuk memaafkan bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan yang memungkinkan kita untuk melepaskan beban emosional dan menciptakan ruang bagi penyembuhan dan pertumbuhan pribadi.
Dalam penelitian American Psychological Association (2006), pemaafan merupakan cara untuk menyembuhkan masalah psikologis, dapat mengurangi kemarahan dan rasa sakit hati.
Pemaafan juga mendorong individu memilki harapan, kualitas hidup yang meningkat serta mau empati terhadap orang lain.
Pemaafan, dalam hal ini meliputi pemaafan terhadap diri sendiri, pemaafan terhadap orang lain dan pemaafan terhadap Tuhan.
Forgiveness atau pemaafan memang merupakan salah satu karakter yang dimiliki manusia. Karakter tersebut sangat terpuji dan memiliki pengaruh yang amat besar pula dalam kualitas kehidupan.
Memaafkan adalah proses yang dapat mengembalikan hubungan yang rusak dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan khususnya kesejahteraan psikologis dengan mengurangi rasa marah (Paramitasari & Alfian, 2012).
Selanjutnya, McCullough, et al. (1998) menjelaskan bahwa memaafkan merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam serta meningkatkan dorongan untuk berdamai dengan pihak yang menyakiti.
Memaafkan diharapkan dapat menjadikan kenyamanan di antara pihak yang bersangkutan, seperti halnya rasa keadilan yang dipulihkan dengan tanggapan restoratif (pelibatan semua komponen yang bersangkutan untuk mencapai keadilan) menghasilkan rasa memaafkan yang tinggi (Wenzel & Okimoto, 2015).
Pada zaman sekarang, orang-orang lebih memilih untuk membiarkan daripada memaafkan, maksudnya belum memaafkan di dalam hati, tetapi hanya membiarkan suatu kejadian.
Selain membiarkan, memaklumi juga berbeda dengan memaafkan. Memaklumi yang dimaksud seperti tercermin dalam kalimat "ya sudahlah dia emang begitu orangnya" ini tentunya berbeda dengan memaafkan.
Memaafkan itu tidak mudah!
Yang paling banyak mengalami kerugian pada saat orang yang menyimpan dendam dan marah itu adalah dirinya sendiri karena dengan tidak memaafkan dapat menyakiti diri sendiri. Maka dari itu mulailah belajar utk menyayangi diri sendiri memulai memaafkan dari Sekarang.
Karena berharap pada seseorang untuk berbuat kebaikan pada kita itu adalah sikap konyol, maka mulailah dari diri sendiri.
Hidup tanpa memaafkan tak hanya memberikan beban psikis melainkan juga beban fisik.
Kemarahan menempatkan seseorang dalam mode “terjaga” sehingga memberikan perubahan pada respons fisik mulai dari detak jantung, tekanan darah, dan respons imun.
Mengembangkan perilaku memaafkan dapat mendatangkan banyak keuntungan bagi manusia, yaitu memberikan kesehatan baik psikis maupun fisik, memperbaiki hubungan dengan orang lain, memberikan perhatian terhadap kesejahteraan orang lain serta merupakan suatu bentuk tindakan moralitas.
Kondisi ini meningkatkan risiko depresi, penyakit jantung dan diabetes, dan gangguan kesehatan lainnya. Ketika dalam kondisi marah, tekanan darah meningkat, sehingga bisa mengalami gangguan tidur.
Ketika dalam kondisi emosi tidak stabil, kamu lebih punya keinginan mengkonsumsi makanan manis untuk menenangkan hati yang pada akhirnya bisa berdampak pada kesehatan. Obesitas, diabetes melitus, peningkatan kolesterol, adalah efek dari terlalu banyak makanan manis.
Memikirkan kesalahan orang secara berulang juga meningkatkan risiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif (OCD), stres pasca-trauma (PTSD), atau bahkan gangguan psikosomatik. Gangguan psikosomatik terjadi ketika stres dan kecemasan menyebabkan penyakit fisik, seperti sakit perut atau migrain.
Ketika kamu memaafkan, hal-hal yang disebutkan tadi tidak akan terjadi pada kesehatan fisik dan mental. Kamu bisa hidup lebih sehat dan move on dengan rencana hidup selanjutnya.
Mudah memang mengatakan maaf, namun pada praktiknya sulit. Lantas, bagaimana caranya agar bisa memaafkan, Untuk bisa memaafkan, ada hal-hal yang bisa dilakukan yaitu:
1. Mengenali dan tahu betul memaafkan dapat meningkatkan kualitas hidup.
2. Cobalah mengidentifikasi apa yang perlu dilepaskan dan siapa yang perlu dimaafkan serta untuk apa maaf tersebut dilakukan.
3. Pertimbangkan bergabung dengan kelompok pendukung atau menemui psikolog bila kamu merasakan amarahmu begitu besar.
4. Penting mengakui kalau perilaku orang tersebut melukaimu dan memberikan pengaruh terhadap kehidupan, sehingga kamu perlu melepaskannya.
5. Memilih untuk memaafkan adalah pilih terbaik untuk kedamaian hati. Suka tidak suka, kalau kamu ingin hidupmu lebih lapang dan lega, kamu harus bisa memaafkan.
6. Berbuat kebaikan, dikarenakan berbuat kebaikan dapat membuat kita menjadi lebih bermanfaat bagi orang lain
7. Dan terakhir, Berbahagialah! []
Referensi
https://www.halodoc.com/artikel/manfaat-memaafkan-bagi-kesehatan-tubuh
Yuliatun Ismiyati, megawati putri. (2021). FORGIVENESS THERAPY TO IMPROVE INDIVIDUAL MENTAL HEALTH. Jurnal Psikologi, Vol 4, No 2, 90-97
Alentina, Catya. (2016). Memaafkan (Forgiveness) Dalam Konflik Hubungan Persahabatan. Jurnal Ilmiah Psikologi. Volume 9. No. 2
* Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh