Kematian sebagai Cermin Kehidupan yang Berharga

Ilustrasi cermin kematian
Source Bing Image Creator 

Oleh: Meutia Sari*

Kematian merupakan sebuah topik yang sering kali dihindari pembicaraannya karena merupakan hal yang kompleks dan sensitif. Bagi sebagian orang, kematian adalah sesuatu yang sangat menakutkan dan penuh misteri. 

Namun, di balik misteri kematian tersebut terdapat dimensi yang kompleks yang bisa kita telusuri. 

Kematian tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga pada kelompok dan komunitas.

Ritual dan tradisi kematian di setiap budaya itu berbeda dan hal tersebut mencerminkan nilai keyakinan dan cara pemberian nasihat atau arahan untuk memahami dan mengatasi rasa kehilangan. 

Kemudian dapat membantu kita juga untuk membangun rasa kebersamaan dan dukungan dalam menghadapi kematiaan.

Kematian bagaikan sebuah cermin yang memantulkan kembali kehidupan kita. 

Ia memaksa kita untuk merenungkan apa yang telah kita capai, apa yang telah kita tinggalkan, dan apa yang masih ingin kita raih. 

Ia menjadi pengingat bahwa waktu kita di dunia ini terbatas, dan setiap detik yang berharga harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Melalui cermin kematian, kita didorong untuk introspeksi diri. 

Apakah kita telah menjalani hidup dengan penuh makna? Apakah kita telah memberikan kontribusi positif bagi dunia? Apakah kita telah meninggalkan jejak yang baik bagi orang-orang di sekitar kita?

Kematian juga menjadi pengingat bahwa kita semua terhubung satu sama lain. 

Kematian orang yang dicintai meninggalkan luka di hati kita, namun sekaligus mengingatkan kita akan betapa berharganya hubungan yang kita miliki dengan mereka. 

Kematian mengajarkan kita untuk menghargai setiap momen bersama orang-orang terkasih, karena kita tidak pernah tahu kapan waktu kita akan berakhir.

Psikologi kematian, adalah cabang ilmu yang mempelajari bagaimana manusia berpikir, merasakan, berperilaku terhadap kematian, dan menawarkan wawasan berharga tentang eksistensi dan makna hidup. 

Menurut tokoh psikologi Ernest Becker dan Sheldon Solomon kecemasan manusia dianggap sebagai ancaman terhadap makna dan nilai hidup. 

Manusia memiliki dua kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan akan makna dan nilai hidup. 

Kematian dengan sifatnya yang pasti dan tak terelakkan menantang kedua kebutuhan ini, untuk mengatasi kecemasan ini manusia mengembangkan sistem budaya dan keyakinan yang memberikan makna dan nilai pada kehidupan seperti agama, ideologi, dan nasionalisme.

Salah satu konsep pokok dalam psikologi kematian adalah kesadaran akan kematian.

Kesadaran ini meskipun tidak menyenangkan tetapi dapat menjadi pendorong yang kuat untuk menjalani hidup lebih bermakna. 

Psikologi kematian juga mengungkapkan berbagai reaksi emosional terhadap kematian seperti kecemasan, kesedihan, kemarahan dan penyangkalan. 

Memahami reaksi atau respon tersebut dapat membantu kita dalam mengelola emosi yang beragam dengan lebih efektif, baik dalam menghadapi kematian orang lain, orang terdekat kita, maupun diri kita sendiri.

Setiap orang berduka dengan cara yang berbeda, dan tidak ada acara yang benar atau salah. 

Namun kita perlu memahami proses berduka supaya tidak semakin terpuruk dan putus asa, dengan memberikan dukungan yang lebih tepat bagi mereka yang sedang berduka, dapat membantu kita juga dalam memahami proses berduka. 

Dengan mempelajari psikologi kematian bukan berarti kita menjadi terobsesi dengan kematian, menghindari kematian, bahkan menunda kematian, karena kematian itu pasti akan terjadi kepada setiap manusia, hanya menunggu waktunya saja. 

Sebaliknya ini justru adalah tentang memahami realitas kematian dan menggunakan pemahaman tersebut untuk menjalani hidup lebih bermakna. 

Kematian dapat menjadi pengingat bagi kita untuk menghargai waktu yang kita miliki di dunia ini, kita harus menjalani hidup dengan penuh semangat dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, dan memperlakukan orang lain dengan kebaikan dan kasih saying karena kita tidak tahu kapan waktu kita akan berakhir.  

Pemahaman yang lebih baik dan mendalam tentang psikologi kematian, dapat membantu profesional seperti psikolog, konselor, dan tenaga medis untuk memberikan dukungan yang tepat. 

Di bidang pendidikan, edukasi tentang kematian dapat membantu anak-anak dan remaja untuk memahami realitas kematian dengan cara yang sehat dan membangun mekanisme coping yang efektif.

Terapi Ketakutan Terhadap Kematiaan 
Setiap rasa takut itu memiliki dua sifat yang berbeda, ada yang bersifat konstruktif dan ada juga yang bersifat destruktif. 

Rasa takut yang bersifat konstruktif dapat menghadirkan hal-hal yang baik dan positif yaitu memberikan motivasi untuk bisa melakukan hal yang lebih baik lagi dari sebelumnya. 

Lain halnya dengan rasa takut destruktif, ini dapat membuat seseorang menjadi pesimis, rasa takut dan dampak negatif lainnya yang dapat menggangu jalan kehidupannya, hal tersebut akan membuat seseorang merasa lebih buruk dari keadaan sebelumnya.

Dalam buku psikologi Komaruddin Hidayat memberikan beberapa terapi untuk mengubah ketakutan yang destruktif terhadap kematian menjadi ketakutan konstruktif yaitu ketakutan yang mampu mengubah perilaku menjadi lebih baik lagi. 

Ada 4 cara yang dapat dilakukan untuk mengubah rasa takut menjadi optimis terhadap kematian:

1. Mendekatkan Diri Kepada Allah
Cara pertama adalah mendekatkan diri kepada Allah Swt, dengan cara banyak beribadah dan melakukan kebaikan. Hal ini mampu memberikan ketenangan hati.

2. Menambah Wawasan tentang Kematian 
Dengan mengetahui secara spesifik mengenai kematian, diharapkan seseorang bisa memahami bahwa kematian bukanlah suatu hal yang harus ditakutkan, karena mau tidak mau itu merupakan hal yang tak terelakkan.

3. Mampu Melepaskan Diri dari Kepemilikan Duniawi
Dari sudut pandang agama semua yang kita miliki hanya sebagai fasilitas hidup kita di dunia ini, dalam terminologi agama kualitas iman yang akan teraktualisasikan kedalam amal saleh. Jadi Ketika kita memiliki semua fasilitas instrumental seperti harta, jabatan, bahkan ilmu, jika tidak membuahkan amal Kebajikan maka hanya sia-sia yang didapatkan.

4. Pencarian Makna
Pemaknaan hidup seseorang erat kaitannya dengan penghayatan agama yang ia miliki, hidup menjadi lebih bermakna selama kita beri makna. Dengan memaknai kehidupan seseorang akan merasa ringan dalam menjalani hidupnya dan semangatnya akan bertambah karena merasa bahwa hidupnya benar-benar bernilai.[]

* Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan