Bahaya Hustle Culture pada Lingkungan Mahasiswa

Ilustrasi hustle culture
Source Bing Image Creator 
Oleh: Leza Syifa Ramadhani*

Pendahuluan 

Fenomena hustle culture banyak dilakukan oleh generasi muda, terutama milenial dan Gen Z termasuk di dalamnya para mahasiswa. Hustle culture merupakan gaya hidup yang lebih memprioritaskan kerja keras dibandingkan istirahat atau meluangkan waktu yang sangat sedikit untuk istirahat. 

Gaya hidup hustle culture semakin menjadi gaya hidup yang banyak dilakukan di karenakan salah satu faktor banyak terjadi pengangguran dan susahnya mencari pekerjaan jika seseorang tidak memiliki pengalaman dan pendidikan yang cukup memadai.

Banyak dari kita sering sekali mendengar istilah seperti itu, di mana terkadang itu menjadi sebuah tuntutan untuk kita agar kita harus mengikuti banyak kegiatan sehingga kita menjadi mahasiswa yang berkualitas baik dari bidang akademik maupun non akademik. 

Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah fenomena yang disebut hustle culture yang mungkin familiar di kalangan mahasiswa.

Apa yang Dimaksud dengan Hustle Culture?

Menurut Oates (1971) Hustle Culture merupakan sebuah gaya hidup yang populer di kalangan milenial yang menganggap bahwa dirinya akan sukses jika banyak bekerja tanpa mementingkan waktu istirahat. 

Tanpa disadari gaya hidup tersebut sama dengan workaholism  yang memaksa seseorang untuk terus bekerja.

Berdasarkan American Psychogy Association, workaholism adalah kondisi di mana seseorang merasakan paksaan atau kebutuhan dari dalam diri untuk terus bekerja yang tak dapat dikendalikan. 

Dengan kata lain, mereka terus kecanduan bekerja bukan karena tuntutan dari luar tapi dari dalam dirinya sendiri.

Mahasiswa yang menerapkan hustle culture ini biasanya mengikuti banyak kegiatan sehingga mereka terbiasa melakukan banyak hal dalam satu waktu secara bersamaan. 

Kerap kali mereka mengikuti kegiatan di dalam maupun di luar kampus seperti organisasi, kepanitiaan, UKM, magang, volunteer, perlombaan dan kompetisi hingga bekerja. 

Bahkan, mereka tetap mengambil 24 sks untuk mencapai target mereka yaitu cumlaude atau lulus tepat waktu.
Siang fokus kuliah, malam hadir rapat!

Apa Penyebab Hustle Culture di Lingkungan Mahasiswa ?

Mahasiswa yang menerapkan gaya hidup hustle culture ini umummya banyak yang termotivasi dari tokoh-tokoh dunia seperti Elon Musk, Steve Jobs, Mark Zuckerberg, Jack Ma yang mengutarakan kerja keras merupakan sebuah kunci kesuksesan. 

Hustle culture marak diikuti oleh para mahasiswa yaitu di karenakan rasa insecure dan tidak percaya diri atas diri mereka sendiri, mereka seringkali membandingkan apa yang memiliki dengan orang lain. 

Media sosial adalah salah satu faktor yang sangat penting yang dapat menyebabkan kita selalu memandang rendah diri kita sendiri akibat kita tidak memiliki prestasi yang di dapatkan orang lain dan mungkin kita juga berpikir bahwa kita tidak lebih produktif dari orang lain sehingga kita menganggap kita adalah orang yang tidak berguna.

Selanjutnya tuntutan sosial dari orang-orang terdekat kita seperti keluarga yang mempunyai ekspektasi, harapan bahkan keinginan yang tinggi terhadap kita dan tidak jarang pula mereka sering membandingkan diri kita dengan pencapaian orang lain bahkan dengan saudara kita sendiri.

Bagaimana Dampak Hustle Culture di Lingkungan Mahasiswa?

Hustle culture juga bisa berdampak positif apabila dilakukan dalam porsi yang sesuai dengan kapasitas diri seseorang. 

Dampak positif hustle culture di lingkungan mahasiswa yaitu menjadikan mahasiswa yang aktif, kritis serta memperkuat kompetensi dan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk bekerja keras dan tidak mudah menyerah untuk meraih kesuksesan.

Mahasiswa yang menerapkan hustle culture ini biasanya seringkali mengidap gangguan kesehatan fisik dan psikis yang merupakan dampak negatif. 

Mereka akan akan memiliki kebiasaan kurang tidur dan pola makan tidak teratur. 

Kurang tidur ini bukan kebiasaan yang baik karena dapat berdampak terhadap kesehatan fisik dan mental seperti risiko penyakit jantung meningkat, cemas, pengendalian emosi berkurang dan bahkan dapat menyebabkan stres yang berujung pada burnout

Pola hidup yang tidak seimbang juga akan mengikuti seiring dengan berjalannya waktu karena suatu saat orang yang menjalani hustle pasti akan mengalami kelelahan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Current Cardiology Reports, dengan menggunakan data observasi dari 740.000 pekerja tanpa penyakit kardiovaskular bawaan, ditemukan bahwa mereka yang bekerja lebih dari 55 jam per minggu memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, seperti jantung koroner. 

Tak hanya itu, penyakit resistensi insulin, artimia, bahkan stroke pun dapat menjadi salah satu dampaknya.

Seperti salah satu berita pada 24 Desember 2022 yang dikutip dari kompas.com. Mahasiswa Unnes meninggal dunia akibat sering begadang dan makan tidak teratur.

Apa Hubungan Kondisi Mental dengan Hustle Culture?

Mahasiswa yang melakukan hustle culture ini cenderung mengalami gangguan kecemasan atau yang lebih dikenal dengan anxiety

Di karenakan mereka seringkali tidak bisa mengatur waktu antara setiap kegiatan mereka. Dan juga banyaknya beban dan tugas yang membuat mahasiswa merasa tertekan oleh deadline anatara organisasi dan perkuliahan yang bisa menjadi salah satu penyebab depresi pada mahasiswa.

Toxic productivity merupakan efek dari hustle culture yaitu kondisi di mana seseorang terobsesi untuk mengembangkan diri dan merasa bersalah dan tidak produktif jika tidak melakukan sesuatu. 

Mahasiswa yang awalnya berniat ingin meningkatkan produktivitasnya, justru menurunkan produktivitasnya karena memiliki masalah kesehatan fisik dan kesehatan mental. 

Selain itu, menurut Psikolog Dr. Jeanne Hoffman dari University of Washington, bekerja terlalu lama bisa meredam kreativitas.

Mahasiswa juga dapat menjadi pribadi yang kurang mempedulikan dirinya sendiri sepertinya tidak punya waktu untuk olahraga, waktu istirahat, hubungan dengan keluarga dan teman yang dapat membentuk pribadi cenderung individualis terhadap lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara hustle culture terhadap well-being mahasiswa. 

Perilaku hustle culture ini terjadi karena banyak kegiatan yang diikuti seperti organisasi, tugas yang diberikan, pengulangan kelas atau materi yang diberikan sehingga menambah jam kerja yang lebih banyak setiap minggunya.

Di samping itu juga diperkirakan mahasiswa Hustle culture ini dipengaruhi oleh kurangnya motivasi, sikap dan harga diri yang rendah. 

Hal ini dinilai dari kualitas tidur yang rendah serta kondisi fisik dan psikis yang lemah. Budaya hustle ini bisa diminimalisir dengan menerapkan work life balance sebagai antisipasi terjadinya permasalahan kesehatan mental dan upaya mengurangi tingkat stres, work life balance penting dalam menyeimbangkan tanggung jawab dalam pekerjaan dan hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan.

Bagaimana Cara Mengatasi Hustle Culture?

Masalah yang terjadi pada mahasiswa yang melakukan hustle culture ini yaitu mereka tidak membuat penjadwalan dengan baik, maka diperlukannya manajemen waktu yang baik dengan mempertimbangkan apa yang harus mereka prioritaskan dan apa yang harus dikerjakan terlebih dahulu agar tidak terjadi penumpukan deadline.

Istirahat adalah sebuah kebutuhan bagi manusia. Seseorang perlu menganggap serius hubungan antara pekerjaan yang mengakibatkan stres karena kurangnya kegiatan yang bisa menurunkan stres seperti istirahat dan melakukan refreshing, termasuk olahraga, hobi, aktivitas santai hingga berkumpul bersama teman. 

Istirahat memiliki banyak macam, salah satunya yaitu tidur. Sebuah studi dari University of Pennsylvania menyebutkan bahwa tidur dapat meningkatkan regulasi emosi dan kontrol diri sehingga mencegah kelelahan mental yang dalam jangka panjang bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan.

Seringkali kita hanya fokus kepada hal yang kita mimpikan tapi tidak melihat situasi, kondisi serta potensi dalam diri kita, apakah kita memungkinkan untuk mencapai mimpi kita? Memang itu bukan hal yang mudah untuk berdamai dengan diri sendiri dan keadaan, tapi kita tetap harus mencoba menerima kekurangan kita, namun tetap mempunyai keinginan untuk terus memperbaiki diri untuk masa depan yang lebih baik dan yang lebih penting berhenti untuk membandingkan dirimu dengan orang lain.

• Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan