Virus Post Truth di Era Digital

virus post truth


Post truth semakin mendapatkan tempatnya di dunia yang serba digital. Di mana seseorang bisa dengan mudahnya menyebarkan atau menuliskan sesuatu yang kadangkala sesuatu itu bukanlah fakta.

Oleh: Arizul Suwar

Pengantar

Dalam kajian sosiologi modern, ada yang dikenal dengan istilah post truth yang secara harfiah berarti melampaui kebenaran.

Istilah ini digunakan untuk menunjuk sebuah fenomena di mana kebenaran dianggap sebagai kesalahan, sebaliknya kesalahan dianggap sebagai kebenaran. 

Dengan bahasa lain, antara fakta dengan kebohongan sudah semakin susah untuk dibedakan. 

Fenomena Post Truth 

Post truth semakin mendapatkan tempatnya di dunia yang serba digital. Di mana seseorang bisa dengan mudahnya menyebarkan atau menuliskan sesuatu yang kadangkala sesuatu itu bukanlah fakta. 

Istilah ini juga terkadang disandingkan dengan istilah matinya kepakaran

Matinya Kepakaran

Maksud dari matinya kepakaran itu merujuk kepada seseorang, sebutlah demikian--bisa membahas apa pun atau menulis apa pun dan menyatakan apa pun secara bebas tanpa tanggung jawab.

Kita bisa melihat langsung kasus-kasus ini seperti di media sosial, seseorang bisa berkomentar tentang apa saja. 

Seorang petani, pedagang atau seorang remaja dengan bebas bisa membuatkan kesimpulan tentang suatu ilmu yang sebenarnya dia tidak punya kualifikasi di situ.

Permasalah Post Truth dan Matinya Kepakaran 

Masalah yang muncul kemudian adalah ketika para pengguna media sosial tidak berhati-hati dalam menerima suatu informasi. 

Ketika dia tidak berhati-hati dalam menerima informasi maka yang terjadi itu adalah;

Pertama, dan sudah jelas dia terjebak pada data yang tidak valid alias kebohongan atau hoaks. 

Kedua, orang ini kemudian menyebarkan lagi berita atau informasi tersebut kepada orang lain. Oke lah kalau orang lain itu kritis di dalam menerima suatu informasi, sehingga dia pun bisa menyaring kembali informasi itu. 

Yang parahnya jika informasi itu diterima oleh orang yang tidak kritis sehingga akhirnya rantai pemberitaan atau rantai informasi bohong itu terus berlanjut. dan di sinilah kehancuran di mulai.

Kehancuran dalam bentuk seseorang merasa bahwa dirinya menguasai segala bidang. Bisa juga dalam bentuk seseorang meremehkan kepakaran orang-orang yang sudah diakui dalam tradisi keilmuan. 

Ada juga, yang berujung kepada tindakan kekerasan, yang sebenarnya itu adalah kesalahpahaman gara-gara mendapatkan suatu informasi yang tidak valid.

Dari penjelasan di atas, kiranya kita harus bisa teliti dalam memilah dan memilih informasi. Kemudian kita sekarang akan berfokus dalam kasus keseharian.

Jika kita melacak ke belakang, kita akan menemukan nama Adolf Hitler yang mendirikan NAZI di Jerman. Hitler pernah menyatakan kebenaran adalah kebohongan yang terus-menerus diulangi. 

Ada juga seorang tokoh yang mengatakan ulangilah kebohongan seribu kali maka orang-orang akan menganggap itu sebagai kebenaran.

Penutup

Sebagai penutup, saya akan memberikan contoh kecil untuk pembahasan ini, bayangkan ada seorang pemuda yang mengirimkan chat kepada seorang perempuan dengan kalimat i love you

Kali pertama si perempuan itu membaca, dia mungkin masih beranggapan itu hanya main-main. 

Akan tetapi, si pemuda ini terus menerus mengirim chat yang sama hari pertama kedua ketiga, dan seterusnya sampai seminggu bahkan sebulan. 

Maka perempuan tersebut pun sudah mulai yakin bahwa apa yang dikatakan oleh laki-laki tersebut adalah benar adanya.

Itulah salah satu contoh ulangilah kebohongan seribu kali maka orang-orang akan menganggap itu sebagai kebenaran. []
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan