Tatapan Tegar Syifa Nur Janah
Oleh: Imam Mufakkir*
Hari itu lewat tengah malam, 23 November 2024, aku sedang penat menulis buku. Saat istirahat, aku mencoba meng-update informasi melalui media sosial.
Tanpa sengaja, aku menemukan akun www.kitabisa.com yang menampilkan kisah balita penderita kulit langka epidermolisis bulosa. Namanya Syifa Nur Janah. Dari sinilah cerita ini berawal.
Jujur, aku sudah sering melihat banyak cerita penderitaan di media sosial, tapi biasanya cerita itu terlewat begitu saja. Aku selalu menganggap bahwa pasti ada orang lain yang membantu mereka.
Namun, malam itu berbeda. Tatapan mata Syifa yang tegar menghadapi sakit langsung menghujam ke dalam sanubari dan menetap dalam diriku. Perasaan itu tidak bisa kutepis.
Aku langsung bertanya kepada Tuhan, Mengapa rasa ini Engkau masukkan ke dalam hatiku? Apa rencana-Mu?
Kubaca kisah Syifa yang mengalami koma selama tiga minggu ketika usianya baru menginjak 14 hari.
Ibu kandungnya berpura-pura pulang mengambil baju, tetapi kenyataannya malah kabur.
Akhirnya, Syifa harus diasuh oleh bibinya tanpa mendapatkan ASI.
Sudah bertahun-tahun Syifa menderita luka. Tubuhnya harus diperban sekujur tubuh, dan ia hanya bisa terbaring.
Sudah bertahun-tahun Syifa menderita luka. Tubuhnya harus diperban sekujur tubuh, dan ia hanya bisa terbaring.
Dalam sebuah video, aku melihat Syifa menangis kesakitan ketika perban yang harus diganti malah menempel pada kulitnya. Penderitaan ini ia alami berulang-ulang selama bertahun-tahun.
Kupelajari dari internet bahwa pada intinya, penderita epidermolisis bulosa memiliki kulit yang sangat tipis dan mudah melepuh.
Kupelajari dari internet bahwa pada intinya, penderita epidermolisis bulosa memiliki kulit yang sangat tipis dan mudah melepuh.
Risiko lebih lanjut, jari tangan dan kaki bisa menyatu, dan tenggorokan juga ikut terluka sehingga menyulitkan penderita untuk makan.
Aku juga teringat bahwa Syifa tumbuh tanpa mendapatkan ASI dari ibunya.
Pada video lainnya, ketika Syifa ditanya di mana ia merasakan sakit, ia menunjuk ke kakinya. Hatiku teriris. Bukankah seluruh tubuhmu sakit, sayang? Puncaknya adalah ketika aku mendengar cita-cita Syifa. Ia ingin menjadi dokter.
Pesan yang masuk ke dalam jiwaku saat itu sangat mendalam. Sejak lahir, Syifa telah merasakan sakit pada level yang tidak tertahankan, sehingga mendorongnya bercita-cita menjadi dokter. Ia ingin memastikan tidak ada lagi anak yang mengalami sakit seperti yang ia alami.
Dalam rasa sakit itu, Syifa sempat memikirkan orang lain. Sungguh murni jiwa anak ini, kataku dalam hati.
Aku bergumam, Jika memang tatapan tegar Syifa ini adalah pesan-Mu padaku, Tuhan, lalu apa yang bisa kulakukan?
Malam itu saldo rekeningku tersisa Rp37.000. Aku memutuskan, Baiklah Tuhan, aku lakukan sesuai kemampuanku.
Pada video lainnya, ketika Syifa ditanya di mana ia merasakan sakit, ia menunjuk ke kakinya. Hatiku teriris. Bukankah seluruh tubuhmu sakit, sayang? Puncaknya adalah ketika aku mendengar cita-cita Syifa. Ia ingin menjadi dokter.
Pesan yang masuk ke dalam jiwaku saat itu sangat mendalam. Sejak lahir, Syifa telah merasakan sakit pada level yang tidak tertahankan, sehingga mendorongnya bercita-cita menjadi dokter. Ia ingin memastikan tidak ada lagi anak yang mengalami sakit seperti yang ia alami.
Dalam rasa sakit itu, Syifa sempat memikirkan orang lain. Sungguh murni jiwa anak ini, kataku dalam hati.
Aku bergumam, Jika memang tatapan tegar Syifa ini adalah pesan-Mu padaku, Tuhan, lalu apa yang bisa kulakukan?
Malam itu saldo rekeningku tersisa Rp37.000. Aku memutuskan, Baiklah Tuhan, aku lakukan sesuai kemampuanku.
Malam itu aku mentransfer Rp30.000 ke www.kitabisa.com, dan bukti transaksinya terkirim melalui pesan WhatsApp.
Pada 26 November 2024, hatiku masih gundah. Mungkin bukan bantuan Rp30.000 itu yang dimaksud Tuhan.
Pada 26 November 2024, hatiku masih gundah. Mungkin bukan bantuan Rp30.000 itu yang dimaksud Tuhan.
Dalam pencarian jawabannya, aku memantau kabar terbaru dari link bukti donasi sebelumnya.
Rupanya, Syifa untuk kesekian kalinya harus masuk rumah sakit akibat penurunan imun.
Aku terus bertanya-tanya, apa yang bisa kulakukan agar perasaan gundahku mereda? Aku teringat ada satu hal yang bisa kulakukan untuk Syifa tanpa ada batasan: aku bisa limpahkan zikir dan doa.
Tuhan, jika penyakit Syifa sudah ada obatnya, kumohon pertemukan Syifa dengan obatnya. Jika penyakit Syifa belum ada obatnya, kumohon berilah kekuatan dan ketegaran baginya untuk menghadapi rasa sakitnya.
Malam itu aku tidak bisa tidur. Aku mulai terisak-isak menangis mengingat penderitaan Syifa. Istriku yang terbangun bertanya, Abang flu? Iya, jawabku. Aku belum mau menceritakan kepadanya pengalaman batinku ini sebelum menemukan solusi konkret untuk Syifa.
Pada 28 November 2024, aku memantau kembali www.kitabisa.com. Belum ada kabar terbaru dari Syifa. Harapanku semakin menurun.
Aku terus bertanya-tanya, apa yang bisa kulakukan agar perasaan gundahku mereda? Aku teringat ada satu hal yang bisa kulakukan untuk Syifa tanpa ada batasan: aku bisa limpahkan zikir dan doa.
Tuhan, jika penyakit Syifa sudah ada obatnya, kumohon pertemukan Syifa dengan obatnya. Jika penyakit Syifa belum ada obatnya, kumohon berilah kekuatan dan ketegaran baginya untuk menghadapi rasa sakitnya.
Malam itu aku tidak bisa tidur. Aku mulai terisak-isak menangis mengingat penderitaan Syifa. Istriku yang terbangun bertanya, Abang flu? Iya, jawabku. Aku belum mau menceritakan kepadanya pengalaman batinku ini sebelum menemukan solusi konkret untuk Syifa.
Pada 28 November 2024, aku memantau kembali www.kitabisa.com. Belum ada kabar terbaru dari Syifa. Harapanku semakin menurun.
Hari itu aku mendapatkan rezeki Rp100.000. Kubagi dua, dan kudonasikan Rp50.000 untuk Syifa. Setelah berdonasi, aku baru sadar bahwa website ini menyediakan kolom doa bagi donatur.
Aku teringat, biasanya netizen rajin berbagi informasi. Aku berharap ada informasi lebih banyak tentang Syifa di kolom ini.
Pada 29 November 2024, setelah sekian lama membaca kolom doa, aku menemukan salah satu donatur yang mendoakan agar Syifa dipertemukan dengan Kak Anita Hartono, seseorang yang telah berhasil memberikan perawatan luka pada anak penderita epidermolisis bulosa.
Aku melompat senang. Akhirnya ada informasi bahwa penyakit ini bisa ditangani.
Segera kucari Kak Anita di Instagram. Setelah memantau akunnya, aku menemukan bahwa Kak Anita memiliki produk yang berhasil menyembuhkan luka Brayen dan Faiq, yang juga menderita epidermolisis bulosa.
Aku segera mengirimkan link dari www.kitabisa.com yang memuat kisah Syifa ke akun Kak Anita. Aku gundah menunggu, apakah pesanku akan terbaca? Kak Anita memiliki 175 ribu pengikut dan pasti sangat sibuk.
Dua jam kemudian, beliau membalas: Sudah dalam proses Kak, membantu Syifa. Malam itu kegundahan sirna, berganti dengan rasa senang yang tidak terkatakan.
Dari story di akun Kak Anita, aku baru mengetahui bahwa Tuhan telah menggerakkan banyak orang untuk mengirim informasi tentang Syifa kepadanya. Salah satu yang digerakkan itu adalah aku.
Kisah selanjutnya dari proses kesembuhan Syifa bisa dilihat di akun Instagram Kak Anita.
Pengalaman batinku ini terus memberikan refleksi. Dalam membantu Syifa, aku memiliki kesadaran untuk berfokus pada apa yang bisa kulakukan.
Aku teringat, biasanya netizen rajin berbagi informasi. Aku berharap ada informasi lebih banyak tentang Syifa di kolom ini.
Pada 29 November 2024, setelah sekian lama membaca kolom doa, aku menemukan salah satu donatur yang mendoakan agar Syifa dipertemukan dengan Kak Anita Hartono, seseorang yang telah berhasil memberikan perawatan luka pada anak penderita epidermolisis bulosa.
Aku melompat senang. Akhirnya ada informasi bahwa penyakit ini bisa ditangani.
Segera kucari Kak Anita di Instagram. Setelah memantau akunnya, aku menemukan bahwa Kak Anita memiliki produk yang berhasil menyembuhkan luka Brayen dan Faiq, yang juga menderita epidermolisis bulosa.
Aku segera mengirimkan link dari www.kitabisa.com yang memuat kisah Syifa ke akun Kak Anita. Aku gundah menunggu, apakah pesanku akan terbaca? Kak Anita memiliki 175 ribu pengikut dan pasti sangat sibuk.
Dua jam kemudian, beliau membalas: Sudah dalam proses Kak, membantu Syifa. Malam itu kegundahan sirna, berganti dengan rasa senang yang tidak terkatakan.
Dari story di akun Kak Anita, aku baru mengetahui bahwa Tuhan telah menggerakkan banyak orang untuk mengirim informasi tentang Syifa kepadanya. Salah satu yang digerakkan itu adalah aku.
Kisah selanjutnya dari proses kesembuhan Syifa bisa dilihat di akun Instagram Kak Anita.
Pengalaman batinku ini terus memberikan refleksi. Dalam membantu Syifa, aku memiliki kesadaran untuk berfokus pada apa yang bisa kulakukan.
Aku tidak berangan-angan, Seandainya aku memiliki kekayaan, aku pasti bisa membantu Syifa.
Jika terus memberi prasayarat, aku yakin tidak akan ada yang bisa dilakukan.
Malam itu aku hanya punya Rp37.000. Maka, itulah yang bisa kuberikan. Setelahnya, aku hanya bisa berdoa. Maka, aku berdoa. Selanjutnya, aku hanya bisa mencari informasi, maka itu yang kulakukan. Aku hanya bisa meneruskan informasi ke Kak Anita, maka itulah yang kulakukan.
Aku hanya berfokus mempertanggungjawabkan peran kecilku bagi kesembuhan Syifa.
Terkadang muncul perasaan heran, apa urusannya aku yang tinggal di Meulaboh harus merasa peduli pada anak kecil yang tinggal di Tegal sana?
Namun, tatapan tegar Syifa Nur Janah yang kulihat malam itu telah menjadi ayat Tuhan yang harus kubaca. Keterikatan batinku padanya adalah kehendak Tuhan yang tidak bisa kutolak.
Tatapan tegar Syifa itu juga membuatku malu terhadap keluhanku selama ini kepada Tuhan. Sangat malu. Bahkan, membuat aku merasa sama sekali tidak pantas untuk mengeluh.
Aku memiliki seorang anak bernama Shafia Raveena Ayra. Syifa dan Shafia memiliki akar kata yang sama. Walaupun tempat tinggal kami berjauhan, dalam perjalanan nantinya, jika Tuhan mengizinkan, aku ingin mempersaudarakan anakku dengan Syifa.
* Penulis merupakan Pemerhati Demokrasi sekaligus Praktisi Revolusi Mikro
Malam itu aku hanya punya Rp37.000. Maka, itulah yang bisa kuberikan. Setelahnya, aku hanya bisa berdoa. Maka, aku berdoa. Selanjutnya, aku hanya bisa mencari informasi, maka itu yang kulakukan. Aku hanya bisa meneruskan informasi ke Kak Anita, maka itulah yang kulakukan.
Aku hanya berfokus mempertanggungjawabkan peran kecilku bagi kesembuhan Syifa.
Terkadang muncul perasaan heran, apa urusannya aku yang tinggal di Meulaboh harus merasa peduli pada anak kecil yang tinggal di Tegal sana?
Namun, tatapan tegar Syifa Nur Janah yang kulihat malam itu telah menjadi ayat Tuhan yang harus kubaca. Keterikatan batinku padanya adalah kehendak Tuhan yang tidak bisa kutolak.
Tatapan tegar Syifa itu juga membuatku malu terhadap keluhanku selama ini kepada Tuhan. Sangat malu. Bahkan, membuat aku merasa sama sekali tidak pantas untuk mengeluh.
Aku memiliki seorang anak bernama Shafia Raveena Ayra. Syifa dan Shafia memiliki akar kata yang sama. Walaupun tempat tinggal kami berjauhan, dalam perjalanan nantinya, jika Tuhan mengizinkan, aku ingin mempersaudarakan anakku dengan Syifa.
* Penulis merupakan Pemerhati Demokrasi sekaligus Praktisi Revolusi Mikro