Modalitas dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Sosial (Tinjauan Pemikiran Pierre Bourdieu)


Ilustrasi modalitas dalam kehidupan
Source Bing Image Creator 

Oleh: Arizul Suwar

Setiap interaksi selalu bersifat dominatif. Mendominasi atau didominasi. Menguasai atau dikuasai. Seseorang bisa jadi mendominasi orang lain pada konteks tertentu, dan didominasi oleh orang lain pada waktu yang lain.

Contoh sederhananya begini, ketika ahli biologi berbicara tentang keilmuan biologi kepada ahli sosiologi, maka pada saat itu ahli biologi mendominasi ahli sosiologi. Dalam kasus lain, ketika pembicaraannya beralih ke kajian sosial, maka ahli sosiologi mendominasi ahli biologi.

Di ruang perkuliahan, dosen mendominasi mahasiswa. Namun bisa jadi sebaliknya jika berada di luar perkuliahan.

Pembicara publik dengan orasinya yang berapi-api di atas podium mampu mendominasi semua pendengarnya. Namun, jika di perjalanan pulang mobilnya rusak dan harus membawanya ke bengkel, dia pun akan didominasi oleh montir, yang ternyata merupakan pendengar yang tidak mengerti apa yang diorasikannya di atas podium.

Beberapa contoh di atas dapat menjadi jembatan pemahaman bagi konsep interaksi yang selalu bersifat dominatif. Mendominasi atau didominasi, tergantung konteks interaksinya (arena).

Jika sifat interaksi itu adalah dominatif, mendominasi atau didominasi, maka pertanyaan adalah: apa saja yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mendominasi atau didominasi? Jawaban dari Pierre Bourdieu (1930-2002) adalah modalitas.

Menurut Bourdieu, modalitas merujuk pada segala sumber daya yang dapat digunakan seseorang untuk meningkatkan posisinya dalam struktur sosial. 

Bourdieu mengidentifikasi empat jenis modalitas, yaitu:

1. Ekonomi

Modalitas ini merupakan seluruh sumber daya material, produksi, finansial yang dimiliki seseorang, seperti uang, properti, dan aset lainnya.

2. Budaya

Modalitas ini seperti pengetahuan, keterampilan, pendidikan, dan bentuk-bentuk kebudayaan lain yang dapat memberikan keuntungan sosial. 

Modal budaya dapat bersifat inkorporasi (pengetahuan dan keterampilan yang diinternalisasi), objektifikasi (karya seni, buku, alat musik, dan sebagainya), dan institusionalisasi (kualifikasi akademis atau sertifikasi).

3. Sosial

Modalitas ini berupa jaringan sosial, hubungan, dan koneksi yang dapat memberikan dukungan dan akses ke sumber daya lainnya. 

Ini mencakup hubungan dengan keluarga, teman, kelompok yang lebih luas, termasuk agama.

4. Simbolik

Modalitas terakhir ini berhubungan dengan prestise, kehormatan, dan pengakuan yang diberikan kepada individu atau kelompok oleh masyarakat. Modal simbolik dapat dikonversi dari modal lainnya dan dapat digunakan untuk memperoleh status sosial.

Modalitas ekonomi merupakan modalitas yang memiliki pengaruh besar bagi modalitas lainnya.

Contohnya, dengan uang, seseorang dapat memuluskan jalannya untuk mendapatkan pendidikan berkualitas yang merupakan bagian dari modalitas budaya. Dengan alat-alat produksi (seperti perusahaan) dan uang, seseorang bisa mendapatkan massa atau pengikut banyak, yang merupakan bagian dari modalitas sosial.

Modalitas ekonomi juga dapat memudahkan seseorang mendapatkan modalitas simbolik.

Misalnya, pengusaha kaya raya ingin menjadi pemimpin politik, ini bisa saja dipahami sebagai usahanya untuk meraih modalitas simbolik. Sehingga orang tersebut akan tercitrakan sebagai pribadi yang baik dan mengabdi untuk mensejahterakan masyarakat.

Selanjutnya, modalitas budaya merupakan modalitas yang paling sulit dari modalitas lainnya.

Alasannya karena modalitas budaya membutuhkan waktu yang lama, ketekunan, kesungguhan, dedikasi tinggi yang tidak bisa direkayasa. 

Contohnya begini, seseorang dengan mudah membeli buku jika dia punya uang (modalitas ekonomi), akan tetapi tidak bisa membeli pemahaman dan internalisasi pengetahuan (modalitas budaya).

Berikutnya adalah modalitas sosial. Modalitas ini umumnya memiliki manfaat praktis dalam kehidupan seseorang. 

Adanya hubungan sosial, memiliki jaringan bisnis, atau bahkan ordal (orang dalam) pada suatu perusahaan. 

Mendapatkan massa juga merupakan bagian modalitas sosial, sehingga dalam konteks politik, ini tentunya sangat diperlukan.

Terakhir adalah modalitas simbolik. Modalitas ini merupakan modalitas yang paling akhir sekaligus paling tinggi, yang ingin diraih oleh seseorang.

Seorang pengusaha kaya raya, yang ingin menjadi penguasa (politik), dalam konteks ini, bisa dipahami sebagai usaha untuk mendapatkan modalitas simbolik. Sehingga dengan itu, dia bisa memperoleh status sosial tinggi, dianggap sebagai orang yang peduli dan berusaha mensejahterakan masyarakat.

Terakhir, apakah memiliki beragam modalitas ini sepenuhnya memberi pengaruh terhadap seseorang dalam hal interaksi yang dilakukannya? Jawaban tidak. Ada satu lagi, yakni strategi menerapkan modalitas.

Modalitas tanpa strategi penerapan sama dengan memiliki sumber daya tapi tidak bisa dikelola dan dimanfaatkan. 

Seseorang bisa saja memiliki mobil super canggih, namun jika dia tidak mengerti cara mengoperasikannya, maka mobil sebagai modalitas, tidak bisa memberikan manfaat kepadanya.

Terkait strategi penerapan modalitas, sederhana begini: mungkin setiap kita pernah mendengarkan orang lain berbicara; tanpa disadari, sudah tiga jam waktu berlalu. Saking menikmati mendengarkan pembicaraan tersebut, kita jadi lupa waktu. Kasus ini menunjukkan bahwa strategi si pembicara itu berhasil dalam menerapkan modalitasnya. 

Sebaliknya, orang yang berbicara 
lima menit tapi terasa lima jam pada pendengarnya, sehingga membosankan, artinya orang tersebut gagal memanfaatkan modalitasnya.

Kalau saya punya modalitas yang telah disebutkan itu, lantas bagaimana caranya saya mengatur strategi agar bisa memanfaatkan modalitas secara efektif? Itu tergantung konteks interaksinya, tergantung arenanya. Arena politik dengan arena ruang perkuliahan bisa jadi berbeda strategi yang harus digunakan. Bagaimana konkretnya? Pikir sendirilah, jadilah kreatif! Sekian.[]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan