Clock

Sustainable Living: Transformasi Mendesak untuk Indonesia

Ilustrasi sustainable living

Kebiasaan masyarakat Indonesia yang membungkus makanan dengan daun pisang adalah salah satu bentuk tindakan yang sangat mendukung sustainable living.

Oleh: Tuhfatul Athal

Setelah menonton sebuah dokumenter luar biasa di kanal youtube Anatman Pictures yang bertajuk “Diam & Dengarkan: Dokumenter di Tengah Pandemi” yang berceritakan tentang bagaimana alam sudah lelah dengan semua tingkah polah manusia, saya tak tahan membedung air mata menetesi layar handphone dan tersedu-sedu.

Bumi sudah sangat tua, seolah bumi yang selama ini bertanggungjawab menghidupi manusia, begitu juga hewan dan tumbuhan. 

Problematikan Lingkungan di Indonesia 

Manusia membabat hutan dan menjadikannya lahan perkebunan dan pertanian, ketika sudah menjadi lahan, maka petani akan bekerja keras mengusir hama, tikus, dan hewan melata lainnya. 

Jika pembabatan itu sebatas untuk mencari penghidupan, dan tetap memperhatikan hak-hak alam, maka tentunya itu tidak menjadi persoalan. 

Namun, ketika pembabatan disetir oleh keserakahan maka tindakan itu menjadi penjajahan akan alam, merenggut rumah berbagai fauna, bukankah hewan-hewan itu sudah banyak berkorban atas nama manusia?

Lingkungan juga kena imbasnya, saya bermimpi kapan Indonesia bisa sebersih Denmark dan teman-temannya, seandainya Indonesia sudah bersih maka Pandawara Grup mungkin kehilangan ide ngonten.

Dari apa yang dibagikan oleh Pandawara Grup di media sosial, mengungkapkan betapa naifnya masyarakat Indonesia yang bahkan tidak peduli dengan lingkungan tempat tinggalnya sendiri. Persis seperti puisi karya Aditya Yuda Kencana: 
 
"Di istana presiden apakah ada sampah?
Dan aku telusuri setiap sudutnya, ternyata! 
Sampah ada di bawah tiang bendera merah putih dan di balik gerbang masuk MPR ada sampah 
Sungguh! Sampah sudah menjadi bunga-bunga nusantara di mana-mana ada sampah” 
 
Tanpaknya semua akan setuju bahwa Indonesia harus bongkar kebiasaan lama menuju perubahan baru demi generasi mendatang.

Mewujudkan Indonesia yang setiap sudutnya bersih dan mampu menarik wisatawan asing untuk mendongkrak peningkatan laju ekonomi demi terwujudnya visi Indonesia Emas 2045 mendatang.  

Solusi untuk Permasalahan Sampah di Indonesia

Solusi yang paling masuk akal adalah dengan menerapkannya sustainable living. Apa itu sustainable living? Yaitu daya hidup yang berfokus pada penggunaan sumber daya alam secara bertanggungjawab untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial. 

Hal ini bisa diwujudkan dengan mengurangi konsumsi sumber daya, daur ulang, penggunaan energi terbarukan, dan pemilihan produk yang ramah lingkungan.  

Masyarakat Bukan Tidak Tahu, Hanya Saja… 

Kebanyakan masyarakat Indonesia pastinya sudah mengetahui soal pemisahan sampah organik dan anorganik, kenapa tidak, ini merupakan kurikulum yang sudah dicekoki sedari di bangku SD. Namun praktiknya yang nihil. 

Pemerintah memang menyediakan tong sampah berwarna kuning dan hijau lengkap lengan label “organik” dan “anorganik” ditulis besar-besar. Tapi kenapa masyarakat masih suka mencampur aduk sampah? Hal ini bisa mempengaruhi tidak efektifnya proses daur ulang sampah. 

Kultur Indonesia Sangat Mendukung Sustainable Living

Solusi lain untuk menerapkan sustainable living adalah dengan cara memilih produk lokal dan organik yang ramah ingkungan. 

Hindari pembelian produk dengan kemasan plastik yang sulit di daur ulang dan mencemari lingkungan. 

Kultur masyarakat Indonesia yang membungkus makanan dengan daun pisang adalah salah satu bentuk tindakan yang sangat mendukung sustainable living, kadang jika harus membungkus makanan banyak, orang tua kita menggunakan rantang.  

Penggunaan rantang sebagai wadah yang dapat digunakan berulang-ulang dapat menekan jumlah sampah jutaan ton. 

Namun dengan alasan praktis, kebanyakan pedagang dan juga rumah tangga beralih kepada kantong pastik. 

Padahal, jika membeli makanan di luar dan membawa wadah sendiri aka nada perasaan bangga dan puas dalam hati karena telah berkontribusi dalam menjaga bumi. 

Lagian, penggunaan plastik untuk membungkus makanan panas, dingin, dan berminyak juga tidak sehat untuk kesehatan kita pribadi. 

Kita Tidak Lagi Butuh Teori, Tapi Implementasi

Teori edukasi tentang sustainable living bertebaran di mana-mana dan juga telah diajarkan di semua tingkatan sekolah, seperti program GGS (Go Green School). 

Namun siswa hanya menjaga lingkungan di sekolah karena takut didenda oleh guru. Sesampainya di rumah, siswa melihat orang tua mencampur aduk sampah plastik dan nasi basi, kakak di rumah membuang sampah dengan sengaja di halaman, maka praktik yang dilakukan di sekolah akan terganti total dengan kebiasaan anggota keluarga.  

Untuk memulai sustainable living, mulailah dari unit terkecil, yaitu di keluarga di rumah, mulailah pisahkan sampah, ketat dalam penggunaan kantong plastic kecuali dalam kondisi genting, mendaur ulang sampah dan menjadikannya sebagai pupuk tanaman, hemat air dan listrik demi anak cucu kita di generasi mendatang. Sebagaimana misi Rasulullah diutus ke bumi adalah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, maka dosakah kita yang selama ini menyakiti alam dan hewan?[]
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Artikel Relevan